Pustaka

Madza fi Sya’ban, Kitab Kemuliaan Bulan Sya'ban Karya Sayyid Muhammad

Rab, 21 Februari 2024 | 19:00 WIB

Madza fi Sya’ban, Kitab Kemuliaan Bulan Sya'ban Karya Sayyid Muhammad

Ilustrasi: Cover kitab Madza fi Sya'ban karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki

Sebelum masyhur seperti sekarang, dahulu Sya’ban adalah bulan yang sering dilupakan orang karena terletak di antara dua bulan mulia, Rajab dan Ramadhan. Padahal bulan Sya’ban mengandung keistimewaan yang tak dimiliki oleh bulan-bulan lainnya.

 

Salah satu kitab yang menguraikan pelbagai keistimewaan bulan Sya’ban adalah Madza fi Sya’ban yang ditulis oleh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Hasani, seorang ulama hadits besar asal Makkah. 

 

Sebagaimana kitab-kitabnya yang lain, ciri khas dari karangan Sayyid Muhammad ini adalah kajiannya yang banyak menggunakan hadits Nabi saw dan riwayat-riwayat lainnya.
 

 

Di awal kitab, beliau langsung mengutip salah satu hadits yang menerangkan peristiwa diangkatnya amal di bulan Sya’ban dan anjuran berpuasa di dalamnya:
 


عَنْ أُسَامَةُ بنُ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنهما, قَال: قلتُ يَا رَسُولَ اللهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ مِن شَهْرٍ مِنَ الشُّهورِ مَا تِصُومُ شَعْبَانَ قَالَ ذَاكَ شَهْرٌ يَغْفَلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ العَالَمِينَ وَأُحِبُّ أَنْ يُرفعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

 

Artinya, “Dari Usamah bin Zaid ra, ia berkata: aku berkata, ‘wahai Rasulullah saw, aku tidak pernah melihatmu berpuasa di suatu bulan melebihi puasamu di bulan Syaban’. Rasulullah saw berkata, ‘Itu adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang sering dilupakan manusia, padahal itu adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Tuhan semesta alam, dan aku suka amalku diangkat dalam keadaan aku berpuasa.’” (HR. An-Nasa’i).

 

Terkait anjuran berpuasa di bulan Sya’ban, Sayyid Muhammad mengukuhkannya sebagai amalan puasa paling utama setelah Ramadhan. Keunggulan puasa bulan Sya’ban dibandingkan bulan-bulan lainnya diambil dari riwayat Siti Aisyah:
 


لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

 

Artinya, “Nabi saw tidak pernah berpuasa di suatu bulan lebih banyak dibandingkan dari bulan Sya’ban. Sesungguhnya beliau pernah berpuasa di seluruh bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari)

 

Menurut Sayyid Muhammad, gemarnya Nabi Muhammad saw dalam berpuasa di bulan Sya’ban ini adalah untuk perisapan menghadapi bulan Ramadhan dan sebagai bentuk pengagungan. Pola ibadah tersebut serupa dengan mendahulukan sholat sunnah rawatib sebelum melaksanakan sholat fardhu.

 

Adapun larangan berpuasa setelah separuh akhir Sya’ban dikhususkan bagi mereka yang tidak menyambungkan puasanya dengan puasa di separuh awal bulan karena dikhawatirkan justru akan mengurangi semangat ketika berpuasa di bulan Ramadhan.
 

 

وَبِأَنَّهُ كَانَ يَخُصُّ شَعْبَانَ بِالصِّيَامِ تَعْظِيمًا لِرَمَضَانَ, فَيَكُونُ بِمَنْزِلَةِ تَقْدِيمِ السُّنَنِ وَالرَّوَاتِبِ فِي الصَّلَوَاتِ قَبْلَ المَكْتُوبَاتِ... وَبِأًنَّ صَوْمَهُ كَالتَّمَرُّنِ عَلَى صَوْمِ رَمَضَانَ, وَالنَّهْيُ عَنِ الصَّوْمِ فِي النِّصَفِ الثَّانِي مَحْمُولٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَصِلْهُ بِمَا قَبْلَهُ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ عَادَةً وَلَا قَضَاءً وَلَا نَذْرًا وَيُضْعُفُهُ عَنْ أَدَاءِ رَمَضَانَ أَوْ يُكْسِلُهُ فَيَصُومُ الفَرْضَ بِلَا نَشَاطٍ

Artinya, “Bahwa Nabi saw mengkhususkan puasa di bulan Sya’ban sebagai pengagungan bagi Ramadhan. pPosisi puasa itu seperti mendahulukan sunah-sunah shalat rawatib sebelum shalat fardhu ... Puasa Sya’ban itu bagaikan pelatihan untuk puasa Ramadhan. Sedangkan larangan berpuasa di separuh akhir bulan ditujukan pada orang yang tidak menyambung puasa dengan hari-hari sebelumnya, tidak pula kebiasaan puasanya, puasa qadha, atau puasa nazar, serta dapat melemahkannya dari menunaikan kewajiban Ramadhan atau membuatnya malas sehingga ia berpuasa wajib tanpa semangat.” (Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Madza fi Sya’ban, [Surabaya, As-Shofwah Al-Malikiyyah], halaman 20-21).

 

Satu hal yang unik dalam kitab ini adalah penyebutan bulan Sya’ban sebagai bulan Al-Qur’an. Padahal umumnya, bulan Sya’ban lebih masyhur dikenal sebagai bulan shalawat.
 

 

Ungkapan bulan shalawat muncul karena di bulan Sya’ban inilah ayat yang memerintahkan shalawat pada Nabi Muhammad saw diturunkan, yaitu di surat Al-Ahzab ayat 56:

 

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya”

 

Sementara ungkapan bulan Al-Qur’an lebih sering disematkan kepada bulan Ramadhan, mengingat ayat Al-Quran pertama kali di turunkan di bulan tersebut yang kita kenal sebagai malam nuzulul qur’an.

 

Lantas, atas dasar apa Sayyid Muhammad turut menjuluki bulan Sya’ban sebagai bulan Al-Qur’an?

 

Ternyata asal penamaan tersebut muncul dari kebiasaan para ulama Salaf menggiatkan membaca Al-Qur’an ketika memasuki bulan Sya’ban. Begitu bergairahnya kegiatan membaca Al-Qur’an tersebut, hingga para Salaf menyebut Sya’ban sebagai bulan para pembaca Al-Qur’an (syahrul qurra’):
 


جَاءَ فِي بَعْضِ الْآثَارِ تَسْمِيَّةُ شَعْبَانَ بِشَهْرِ القُرْآنِ... وَقَالَ سَلَمَةُ بنُ كُهَيْلٍ: كَانَ يُقَالُ شَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرَ القُرَّاءِ

 

Artinya, “Datang di dalam sebagaian atsar penamaan Sya’ban dengan bulan Al-Qur’an… Berkata Salamah bin Kuhail: dahulu bulan Sy’aban disebut sebagai bulan bulan para pembaca Al-Qur’an” (Al-Maliki, Madza fi Sya’ban, halaman 41).

 

Pemaparan mengenai keutamaan malam Nisfu Sya’ban tentu saja tidak luput dalam pembahasan kitab. Selain menggunakan beberapa riwayat hadits mengenai keutamaan malam Nisfu Sya’ban, Sayyid Muhammad juga menukil beberapa riwayat dari ulama Salaf.

 

Salah satunya adalah Umar bin Abdul Aziz yang sempat menulis surat untuk bawahannya di Bashrah;
 

“Perhatikanlah empat malam dalam setahun, karena Allah swt mengkhususkan rahmat pada di malam-malam tersebut, yaitu: malam pertama bulan Rajab, malam pertengahan Sya’ban, malam ‘Idul Fitri, dan malam ‘Idul Adha.” (Al-Maliki, halaman 83).

Meski cukup ringkas, kitab ini berhasil membedah hal ihwal bulan Sya'ban secara ideal. Wallahu a'lam.


 

Identitas Kitab

Judul: Madza fi Sya’ban
Penulis: Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani
Penerbit: Ash-Shofwah Al-Malikiyyah  
Kota Terbit: Surabaya 
Tahun Terbit: Tanpa Tahun
 

 

Ustadz Zainun Hisyam, Pengajar di Pondok Pesantren Attaujieh Al-Islamy Banyumas