Pustaka

Menyerap Teladan Nabi di Bulan Suci

Kam, 9 Mei 2019 | 05:15 WIB

Rasanya baru kemarin kita Lebaran, sekarang sudah Ramadhan lagi. Waktu terasa begitu cepat, dan beberapa bulan sebelum Ramadhan tiba kita sudah merindukannya kembali. Qad ghibta wa ilaika istaqnâ, engkau telah pergi dan kami pun merindukanmu, begitulah kira-kira kutipan lagu yang dibawakan oleh Humood Alkhudher, penyanyi kebangsaan Kuwait, yang substansinya adalah kerinduan dan rasa gembira menyambut bulan suci Ramadhan.

Sekarang, kita sudah bertemu dan bertatap wajah dengan bulan suci, alangkah bahagianya. Kita rayakan rasa gembira bersama orang-orang di sekeliling kita. Baik keluarga, sahabat, maupun rekan kerja. 

Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA menegaskan puasa (shaum) adalah ibadah yang bersifat nafsiyyah, artinya hanya dirinya dan Allah yang benar-benar mengetahui bahwa dia benar-benar berpuasa atau tidak. Karena itu shaum digolongkan sebagai ibadah yang sangat privatif sekali. Kita harus melaksanakannya dengan sangat maksimal. Aturan serta prinsip-prinsip syariah yang telah ditetapkan di dalamnya mesti kita laksanakan. Untuk melaksanakannya kita perlu mengetahui perkara-perkara tersebut dengan belajar, entah talaqqi ataupun membaca.

Tak lengkap rasanya jikalau kita berpuasa dan menjalani bulan suci tanpa mengikuti pedoman Nabi, lebih khususnya meneladani beliau ketika Ramadhan. Untuk meneladani Nabi dalam berpuasa, lagi-lagi kita harus mengaji, mendengarkan pengajarkan guru mengenai perilaku Nabi ketika Ramadhan, membaca teks-teks kalam beliau yang terkait dengan pelaksanaan puasa, serta suluk dan tingkah laku Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Ramadhan.

Salah satu contoh yang ditorehkan dan patut kita teladani adalah sifat kedermawanan Rasulullah ketika bulan Ramadhan. Telah ada Nabi Muhammad ketika Ramadhan lebih dermawanan dibanding bulan lainnya. Hal tersebut sebagaimana dikatakan dalam hadits Rasulullah:

أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ، حَتَّى يَنْسَلِخَ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ القُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ أَجْوَدَ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ

Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas RadhiyalLahu ‘anhumā berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan Beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan tatkala berjumpa malaikat Jibril alaihissalam. Malaikat Jibril bertemu dengan Beliau setiap malam pada bulan Ramadhan sampai penghujung Ramadhan, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam membacakan Al-Qur`an kepada Jibril, maka tatkala Beliau bertemu dengan Jibril, Beliau lebih derwaman dengan memberikan kebaikan melebihi angin yang bertiup.” (HR Muslim).

Dari penggalan hadits diatas kita dapat mengetahui salah satu kelebihan Nabi di bulan Ramadhan, yaitu bertambahnya kedermawanan Beliau. Sudah selayaknya memang kita tahu bahwa Nabi sangat dermawan, namun di bulan suci ternyata beliau meningkatkan taraf kedermawanannya. Dari hadits tersebut tersirat perilaku yang harus kita teladani, yaitu menumbuhkan serta meningkatkan sifat dermawan dalam diri, meski zahir redaksi haditsnya tidak instruktif.

Pengimplementasian hadits diatas diantaranya adalah ketika bulan suci, mari yang belum sempat berbagi dan bersedekah kita sedekah di bulan ini. Bagi yang diberi kesempatan berbagi rezeki di bulan-bulan sebelumnya, mari tingkatkan taraf kedermawanannya, dengan niat beribadah dan meneladani sang Nabi.

Selain melalui kitab hadits, kita dapat mengetahui perangai Rasulullah melalui kitab-kitab sirah. Disana akan dijelaskan secara panjang lebar mengenai perangai Nabi selama 63 tahun umumnya. Tentunya tebal dan butuh waktu lama untuk membacanya. Apalagi untuk mengetahui bagaimana Rasulullah di bulan Ramadhan, kita mesti membaca dengan kompleks kitab-kitab sirah nabawi.

Dengan demikian, sangatlah cocok kiranya kita membaca buku yang ditulis oleh saudara Ulin Nuha Mahfudhon, salah satu dosen di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences Ciputat. Buku tersebut memuat 15 tema kisah dan ajaran Rasulullah seputar bulan Ramadhan. Buku ini adalah sepenggal riwayat-riwayat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menjalani hari-harinya di bulan suci Ramadhan.

Banyak sekali teladan-teladan Nabi di bulan Ramadhan yang perlu kita ikuti. Dengan meneladani pengajaran beliau di bulan Ramadhan, semoga nantinya dapat membekas dalam diri, sehingga kita dapat mengamalkan ajaran tersebut di bulan-bulan lainnya.

Penulis banyak mengutip hadits-hadits nabawi dalam penulisan buku ini, begitupun dengan ayat Al-Qur`an yang berkaitan. Riwayat-riwayat yang dikutip derajatnya adalah shahih dan hasan,. Adapun yang dha’îf bahkan palsu maka penulis memberikan catatan kritis dan mengutip pendapat para ulama terdahulu.

Sebagai kontekstualisasi, penulis juga sering menyinggung praktik dan tradisi Ramadan yang berkembang di negara kita Indonesia, semisal tradisi penyambutan Ramadan, takbir keliling, halal bi halal, dan selainnya. Praktik-praktik ini lalu ditimbang berdasarkan ajaran-ajaran Nabi. Jika memang relevan, maka tidak ada alasan untuk menolaknya. Namun jika menyalahi syariat, maka pelan-pelan harus kita tinggalkan.

Buku ini akan membimbing kita bagaimana menapaki sunnah Nabi, dan meneladaninya, serta meraih keberkahan di bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh ampunan dan rahmat.

Peresensi adalah Amien Nurhakim, mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darussunnah

Identitas buku:
Judul : Ramadhan Bersama Nabi Saw
Penulis : Ulin Nuha Mahfudhon
ISBN : 978-623-7197-01-0
Tebal : 152 halaman
Terbit : April 2019