Pustaka Perang Salib, Sejarah yang Menggemparkan

Perang Salib: Sudut Pandang Islam

Sel, 29 Agustus 2006 | 09:24 WIB

Peresensi :  Lukman Santoso Az, Penulis : Carole Hillenbrand, Penerjemah : Heryadi, Cetakan : Pertama 2006, Tebal : lxi + 808 halaman (termasuk indeks)

Dalam lintasan sejarah, selain perang Salib (the crusade), mungkin belum ada tragedi yang begitu dahsyat dampak jangka panjangnya bagi peradaban dunia. Perang ini telah melibatkan seluruh kekuatan Barat—dalam hal ini Kristen—melawan Imperium dinasti Abbasiyah—dalam kaitannya dengan Islam. Perang ini terjadi dari tahun 1099 sampai 1291 M sehingga merupakan perang terbesar dan terlama sepanjang masa. Dalam sudut pandang Barat, perang Salib (the crusade) merupakan serangkaian operasi militer yang dilakukan kaum Kristen Eropa untuk menjadikan tempat-tempat suci umat Kristen, terutama Yarussalem dalam wilayah perlindungan mereka, atau lebih identik dengan proses evolusi Eropa Barat abad pertengahan menuju imperium keemasan.

Dalam buku yang berjudul asli >"The Crusade; Islamic Perspectives" ini, Carole Hilenbrand mengaris bawahi bahwa perang Salib merupakan akar konflik antara Timur (Islam) dan Barat (Kristen). Ia juga memaparkan bahwa dalam penulisan sejarah perang salib yang dilakukan para sejarawan Eropa dan para orientalis terdapat banyak distorsi. Sehingga hal ini dijadikan alat untuk menganggap bahwa Islam adalah "monster" yang harus dihancurkan bagi Kristen. Titik fokus distorsi historis perang Salib ini menurut Carole adalah terletak pada pengkultusannya sebagai perang suci. Karena menurut umat Kristen perang ini merupakan perang mengusir orang kafir (umat Islam) dari kerajaan tuhan (Yarusalem).

Namun merupakan manfaat yang sangat besar bagi peradaban dunia ketika sebuah ideologi keagamaan di abad pertengahan menciptakan sejarah dengan cara mengonfrontasikan dengan ideologi agama lain yang sama-sama telah tertanam secara mendalam dibenak para pemeluknya. Pada sisi lain para penulis tradisi Yahudi-Kristen juga bisa memperoleh manfaat dari pemaparan perang Salib lewat 'kacamata' umat Islam ini. Meskipun selama ini fanatisme Kristen dipandang sebagai pelestarian atas sekte ekstrem yang aktivitasnya diberikan secara sensasional oleh media, sementara gerakan umat Islam yang mengumandangkan 'jihad' dan kembali kepada prinsip-prinsip fundamental Islam lebih sering menjadi berita utama dan dihadirkan secara negatif.

Perang Salib telah membentuk persepsi kaum Barat tentang dunia Islam sebagai mana perang itu juga membentuk pandangan umat Islam tentang Barat. Gambaran-gambaran stereotip mengenai 'musuh' lama ini telah terpatri kuat dan harus disuarakan serta diteliti dengan cermat supaya bisa dipahami dan diubah. Tidak diragukan lagi bahwa sudah saatnya pandangan Barat dan perspektif Islam perlu diseimbangkan. Riley-Smith dengan tepat menjelaskan bahwa sejarah Timur Latin akan berubah bila penelitian-penelitian tentang Islam diberikan tempat sebagaimana mestinya. Inilah yang juga diupayakan oleh Carole dalam karyanya ini. Sebab selama ini data yang diungkap para sejarawan Barat bersifat sepihak dan tidak mempertimbangkan kemungkinan lain yang bisa ditemukan dalam literatur-literatur Islam.

Selanjutnya menurut Carole, konsep jihad sebenarnya mengalami beberapa tahap evolusi. Tahap pertama evolusi jihad dimulai pada masa khulafa al-rasyidun dan pada masa bani Umayyah. Pada masa ini jihad dimaknai sebagai perjuangan menyebarkan agama Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam. Tahap kedua dari rangkaian evolusi jihad ini terjadi pada masa bani Abbasiyah. Jihad lebih didasarkan pada konsep damai, bukan perang atau yang dikenal dengan nama wilayah perdamaian (dar al-shulh). Tahap selanjutnya dari evolusi jihad terjadi pada masa perang salib, inilah cikal bakal kebangkitan jihad. Pada masa ini jihad terbagi menjadi dua tujuan. Pertama, jihad dengan tujuan menaklukkan kembali kota suci Yarussalem. Puncaknya adalah ketika Yarussalem jatuh ketangan Sultan Saladdin (Salahuddin Al-Ayyubi). Kedua, jihad dengan tujuan sebagai pertahanan dari kehadiran orang kafir dan kaum bid'ah. Puncaknya adalah jatuhnya Acre ke tangan umat Islam yang berarti pengusiran kaum Frank (tentara Salib).

Banyak perspektif berbeda di era kontemporer ini mengenai historis perang Salib. Namun, tujuan dari buku Carole Hillenbrand ini memang hanya untuk memberi tawaran dan pertimbangan yang berbeda terhadap perang salib, tetapi bukan mutlak akhir dari sebuah kebenaran sejarah. Upaya yang masih harus diemban bagi mereka yang peduli dengan sejarah adalah menyeimbangkan data dari semua sumber dan literatur, sehingga dapat diperoleh pandangan baru yang lebih komprehensif dan mendalam mengenai perang salib itu sendiri. Sehingga pandangan yang salah dan dapat menimbulkan konflik umat manusia—seperti ketegangan antara Barat dan Timur—setidaknya dapat diredam dengan sebuah realitas historis yang mendamaikan.

* Lukman Santoso Az adalah Pemerhati Sosial politik Alumnus PP Subulut-Ta