Syariah

4 Pengingat Agar Tak Riya dalam Beribadah

Senin, 28 Agustus 2023 | 19:00 WIB

4 Pengingat Agar Tak Riya dalam Beribadah

4 Pengingat Agar Tak Riya dalam Beribadah. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Salah satu penyakit hati yang bisa hinggap pada diri seorang hamba Allah adalah riya atau pamer. Ketika melaksanakan ibadah, seseorang yang hatinya sedang terjangkit penyakit ini biasanya akan mengharapkan perhatian dan pujian dari orang lain. 


Selain ujub atau sombong, riya adalah penyakit hati yang cukup berat untuk dilewati oleh seorang ahli ibadah. Namun demikian, ada beberapa cara dan upaya agar hati tidak terinfeksi riya, sehingga ibadah yang dilakukan tidak rusak dan memiliki nilai sebagaimana yang diharapkan.


Mengenai hal ini, Imam Ghazali menjelaskan, setidaknya ada 4 pengingat bagi hamba Allah agar bisa menghilangkan riya dalam hati. Penjelasan ini diungkap Imam Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin (Imam Al-Ghazali, Minhajul Abidin, [Beirut: Darul Basyair al-Islamiyah, 2001] halaman 355-358), sebagaimana berikut:


1. Ibadah serba kekurangan

Seorang hamba perlu mengingat dan merenungi firman Allah dalam Surat At-Thalaq ayat 12, sebagaimana berikut:


اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ وَّمِنَ الْاَرْضِ مِثْلَهُنَّۗ يَتَنَزَّلُ الْاَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ەۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًاࣖ 


Artinya: “Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan (menciptakan pula) bumi seperti itu. Perintah-Nya berlaku padanya agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.


Menurut Al-Ghazali, ayat tersebut menjadi teguran kepada hamba Allah. Seolah-olah Allah mengatakan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bumi, berikut keindahan yang ada di dalamnya untuk dinikmati oleh kita semua. Tapi hal itu ternyata tidak membuat kita ‘setia’ kepada-Nya sampai-sampai dalam beribadah pun harus mencari simpati dan pujian dari orang lain. 


Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui terhadap semua makhluk-Nya. Sementara kita adalah makhluk lemah, untuk melaksanakan shalat 2 rakaat saja masih banyak kesalahan dan kekurangan, namun malah berharap pujian dari selain Allah atas shalat yang berkekurangan tersebut.


Merasa ibadah serba kekurangan akan menghilangkan potensi untuk mengharapkan pujian dari orang lain. Sebaliknya, merasa ibadah sudah baik bahkan menganggap sempurna akan menumbuhkan benih-benih riya dalam hati seseorang.


2. Mendapat kerugian besar

Pengingat selanjutnya adalah ibadah kita akan mendapatkan balasan yang luar biasa dari Allah. Namun jika ibadah itu ternyata sudah terkontaminasi dengan riya, tentu saja balasan yang luar biasa tersebut sudah tidak berlaku lagi. 


Imam Ghazali mengumpamakan ibadah yang dikotori dengan riya seperti seseorang yang memiliki permata dan siap dibeli dengan harga miliaran rupiah, namun malah memilih menjual murah permata itu dengan harga 1 rupiah. Semuanya tentu akan menganggap bahwa orang tersebut bodoh, sangat rugi, punya selera buruk, dan lemah.


Imam Ghazali mendorong agar ibadah hanya ditujukan kepada Allah. Dengan begitu, niscaya balasan dunia (pujian, rezeki, kesehatan, dan sebagainya) sekaligus akhirat (surga) akan mengikuti. Sebab Allah adalah pemilik dunia dan akhirat. Allah berfirman dalam Surat An-Nisa  ayat 134:


مَنْ كَانَ يُرِيْدُ ثَوَابَ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللّٰهِ ثَوَابُ الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۗ


Artinya: “Siapa yang menghendaki pahala dunia, maka di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.


Jika ibadah hanya ditujukan untuk dunia, misalnya untuk mendapat pujian manusia, maka pahala akhirat tidak akan didapat. Bahkan, dunia (pujian manusia) yang sejak awal menjadi tujuan ibadah itu pun bisa jadi tidak akan didapat.


Semua pujian dari manusia tidak akan sebanding dengan balasan dan pujian dari Allah kepada hamba-Nya. Dengan mengingat pada kerugian yang sangat besar ini, kemungkinan besar benih-benih riya dalam hati seorang tidak akan tumbuh.


3. Orang lain tidak suka

Imam Ghazali menyarankan agar tidak beramal demi orang tertentu, karena bisa jadi orang tersebut tidak suka atau bahkan merasa risih dan keberatan dengan amal yang kita lakukan. Andai saja orang tersebut mengetahui bahwa amal itu untuknya, bisa jadi dia akan benci, marah, dan memandang hina kepada kita. 


Untuk itu, pengingat agar terhindar dari riya adalah dengan menanamkan dalam diri bahwa orang lain tidak suka dengan amal ibadah yang kita lakukan. Dalam waktu yang sama, tujuan amal ibadah karena Allah bisa mulai tumbuh secara perlahan. Sebab Allah tidak akan pernah merasa keberatan dengan amal ibadah hamba-Nya. Justru Allah akan mencintai dan memuliakan hamba-Nya yang tidak berpaling.


4. Mendapat Ridla Allah

Pada pengingat berikutnya, Imam Ghazali kembali membuat analogi tentang orang riya. Menurutnya, orang riya itu seperti seseorang yang bisa mendapatkan restu raja, tapi malah memilih mencari restu gelandangan rendah. Padahal dengan restu raja, secara otomatis bisa dapat restu gelandang tadi. Tapi ketika hanya mencari restu gelandangan, raja malah akan murka dan gelandangan itu pun ikut murka.


Dari analogi tersebut Imam Ghazali menegaskan bahwa ketika seorang mukmin beribadah karena Allah dan mendapat ridla-Nya, secara otomatis ridla manusia juga bisa didapatkan karena Allah adalah pemilik hati semua manusia yang ada di muka bumi ini.


Itulah 4 pengingat untuk menghilangkan riya dalam beribadah. Dengan menanamkan pengingat ini dalam hati, diharapkan ibadah yang kita lakukan bisa steril dari penyakit hati, khususnya riya. Wallahua'lam.


Muhammad Aiz Luthfi, Pengajar di Pesantren Al-Mukhtariyyah Al-Karimiyyah, Subang, Jawa Barat.