Ada "Pelapukan" Intelektual di Mesir
NU Online Ā· Selasa, 27 Februari 2007 | 18:06 WIB
Kairo, NU Online
GairahĀ intelektual merupakan poros paling utama dalam membangkitkan peradaban Islam. Mahasiswa Mesir (Mesisir) tidak perlu bersibuk dengan pergerakan-pergerakan yang dipicu oleh isu-isu politik yang sedang berkembang. Dikhawatirkan arus intelektual akan tersumbat.
Demikian mengemuka dalam āSimposium Inklusif Antar Ormasā yang diprakarsai oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama Cabang Istimewa Mesir. Simposium diadakan di Aula Sekretariat NU Mesir, Kairo, Ahad (25/2) kemarin dengan tema āMenggairahkan Intelektualitas Masisir: Mencari titik temu antara pergerakan pemikiran dan Islam pergerakanā, dihadiri oleh kalangan Mesisir dari berbagai organisasi.&<>lt;/p>
Ada kecenderungan bahwa beberapa kelompok Mesisir lebih sering menuruti ātrend isuā dan telah kehilangan gairah intelektual. Salah satu pemicu kondisi tersebut adalah karena Mesisir sering dijejali dengan pola pikir āIslam pergerakanā yang lebih suka āgerak jalanā ketimbang bergerak di bidang pemikiran.
Jika Islam pergerakan yang menjadi poros sosial maka yang terjadi umat akan sibuk dalam dunia perpolitikan. Padahal politik masih dipandang sebagai arena kotor, lebih rawan mafsadah ketimbang maslahah. Karakter politik adalah linear, bergerak lurus saja tanpa ada celah di mana arus intelektual akan tersumbat. Sementara karakter intelektual lentur dan dinamis bisa menyesuaikan dalam situasi dan kondisi.
Imam wahyuddin yang berbicara mewakili Lakpesdam NU Mesir menyatakan, pola pikir āIslam pergerakanā telah mematikan nalar intelektual sehingga rigid dan kaku dalam pergerakan itu sendiri. Model gerakan yang fundamentalis namun non akademis telah menyempitkan ruang gerak dan mengurung kalangan Mesisir ke dalam doktrin tarbiyah semata.
Dalam makalahnya yang berjudul āProses Pelapukan Intelektualā Imam Wahyudin menegaskan bahwa hasil dirkursus āIslam pergerakanā yang tidak diimbangi dengan nalar intelektualitas yang memadai akan berakibat fatal dan berujung pada pembodohan intelektual. Bilamana hal ini dibiarkan begitu saja maka masa depan pergerakan Islam akan buram dan tidak tercerahkan.
Simposium yang berlangsung selama tiga jam itu dipandu oleh Irwan Masduki yang juga ketua panitia. Ada yang hendak dicapai yakni meneruskan tradisi pemikiran Islam yang pernah jaya di masa silam. Pergerakan Islam adalah sebuah keniscayaan namun gerakan pemikiran perlu lebih dulu diadakan.
Ketua tanfidziah PCINU Mesir Muhlason Jalaluddin menyatakan, simposium diselenggarakan demi menggembangkan intelektualitas Mesisir sebagai mahasiswa. āGagasan pemikiran sekecil apapun yang lahir dari otak manusia harus diapresiasi dan dipublikasikan agar seluruh dunia mendengar dan dampaknya menyebar,ā katanya.
Ahmad Ginanjar Syaāban yang memberikan sambutan antas nama Lakpesdam NU Mesir menyatakan, simposium diharapkan memadukan antara pemikiran dan pergerakan, katakanlah memadukan dua kubu yang dinilai kontradiktif. āSeperti menjabat tangan dan memeluk-mesrakan Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd, atau Hassan al-banna dan Thaha Husein,ā kata penggemar sastra itu. (Faizin/Faiq--numesir.org)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Khutbah Jumat: Jangan Bawa Tujuan Duniawi ke Tanah Suci
6
Khutbah Jumat: Merajut Kebersamaan dengan Semangat Gotong Royong
Terkini
Lihat Semua