Warta SERBA-SERBI TANAH SUCI

Doa Kumail, Bahkan Pemerintah Tak Bisa Apa-apa (3/Habis)

Jum, 3 Desember 2010 | 07:59 WIB

Madinah, NU Online
"Apakah Anda mengerti suara apakah yang terdengar lantang itu?" tanyaku kepada salah seorang pedagang yang berjualan di salah satu kios samping Masjid Nabawi Madinah, Kamis (2/12) malam.

"Itu adalah suara orang-orang Syiah dari Iran yang sedang berdoa di Makam Baqi'. Mereka menyebutnya doa Kumail," jawab Abdullah. Pedagang asal Bangladesh ini mengaku sudah hafal dengan kumandang yang selalu terdengar di Malam Jum'at dari arah Masjid Nabawi itu. <<>br />  
Sementara itu, pihak keamanan tidak ada yang bersedia memberikan keterangan apa pun mengenai penutupan di setiap jalur yang mengarah ke pintu Makam Baqi'. Mereka mengelak dan hanya mengatakan, jalan hanya ditutup untuk sementara saja. Nanti akan segera dibuka kembali.

"Kita bersaudara, saya umat Muhammad dan Anda juga umat Muhammad. Tidak ada masalah kita bersaudara. Namun mereka memiliki cara tersendiri untuk berdoa. Biarkan saja dan kita dapat berbincang-bincang tentang lain hal," tutur Ahmad, salah seorang polisi yang berjaket untuk menutupi seragamnya.
"Lalu pemerintah Arab Saudi membiarkan saja kegiatan tersebut?" tanyaku mencoba memancingnya bicara.

"Entahlah, tampaknya pemerintah juga tidak berdaya. Silahkan pergi. Tidak ada keterangan apa pun," ucapnya seperti alergi mendengar pertanyaan "mengapa?" Kalimat pengusiran ini adalah kalimat yang sama yang telah belasan kali dikatakan oleh para polisi ketika mereka ditanya "mengapa?"

"Kita umat Ahlussunnah beribadah menurut salah satu dari Madhab empat. Saya warga negara Saudi dan Saya sendiri seorang Syafi'iyah. Tapi mereka benar-benar merepotkan. Mereka orang-orang munafik yang tidak semestinya dibiarkan," kata Husein, seorang pedagang buku di Pasar Haram.

Ketika ditanya alasan penyebutan munafiknya kepada orang-orang Syiah ini, Husein hanya menjawab, "Mereka mencela para Sahabat seakan-akan mereka lebih baik dari para Sahabat."

Namun ketika ditanya mengenai kebenaran dirinya yang menganut Madzhab Syafi'i, Husein menjawab, " Benar sekali, di Arab saudi semua Madzhab empat memiliki penganut. Tapi memang pemerintah menjadi agak janggal.

Ketika saya melihat seorang anak remaja keluar dari kerumunan dan menanyainya, merngapa diirnya kembali? Pemuda ini menjawab, "Entahlah. Saya seorang warga Saudia, dan ternyata tidak boleh masuk ke sana. Saya juga tidak tahu mengapa hanya orang-orang Iran yang diperbolehkan Masuk.

Sementara itu, lantunan doa-doa terus berkumandang melalui spaker dari menara-menara Masjid Nabawi. Terkadang terdengar kata-kata yang tersusun dalam bahasa Arab, namun juga seringkali diselingi dengan kalimat-kalimat yang tidak bisa dimengerti hanya dengan bahasa Arab.

Saya pun menjadi teringat kebiasaan bersholawat di Indonesia. Di mana di setiap dua pasang bait kemudian dilantunkan pujian dalam bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa Daerah. Setelah berulang-ulang memang kemudian tampak pola keduanya menjadi benar-benar mirip. (min/Laporan langsung Syaifullah Amin dari Arab Saudi)