Warta

DPR Berpeluang Jatuhkan SBY

NU Online  ·  Rabu, 9 Maret 2005 | 05:06 WIB

Jakarta, NU Online
Kendati sedikit bernafas lega dengan berlindung di balik kasus Ambalat, namun DPR tetap berpeluang menjatuhkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena dianggap melangar UU atas kenaikan harga BBM per 1 Maret lalu.

Guru besar hukum tata negara Universitas Udayana, Denpasar Bali, Prof Dr I Dewa Gd Atmadja, mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) tak memiliki kewenangan melakukan uji material terhadap peraturan pemerintah yang memutuskan kenaikan harga BBM. Karenanya, sulit bagi DPR minta pembatalan kenaikan BBM itu melalui MK mengingat kewenangan uji material keputusan presiden berada di Mahkamah Agung (MA).

<>

Kendati begitu, Atmadja mengingatkan, DPR yang merasa dilangkahi (tak diajak bicara) soal keputusan kenaikan BBM itu bisa mengajukan hak angket untuk meneliti apakah presiden telah melanggar UU Keuangan Negara dan UU tentang APBN.

"Dari sisi ketatanegaraan, jika penelitian hak angket nanti terbukti ada UU yang dilanggar oleh presiden, maka terbuka bagi DPR untuk menyampaikan tuduhan-tuduhan kepada presiden yang harus diputuskan oleh MK. Jadi menurut saya tuduhan-tuduhan yang dilakukan DPR nanti arahnya memang ke impeachment (menjatuhkan) presiden," kata Atmadja kepada wartawan di Jakarta, Rabu, [9/3].

Dikatakan, proses politik ini jalannya memang cukup berliku. Paling tidak sebelum hak angket digulirkan, DPR harus sudah membuat dugaan-dugaan bahwa presiden telah melakukan pelanggaran UU atas keputusannya menaikkan BBM. Seperti diketahui sejak 1 Maret 2005 semua bahan bakar kecuali minyak tanah untuk rumah tangga naik rata-rata 29 persen.

Menurut pakar hukum tata negara ini, kalau MK dalam putusannya memenangkan tuduhan DPR bahwa presiden tak pantas lagi memimpin negara, maka langkah lanjut yang harus ditempuh DPR adalah minta MPR bersidang. "Langkah inipun tak semudah membalik telapak tangan, kecuali pada saat itu ada pergeseran perimbangan kekuatan politik. Ya, sidang MPR itu baru bisa digelar setelah ada perseujuan dari tigaperempat anggota," katanya.

Fraksi-fraksi ke MK

Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPR RI Zaenal Maarif berjanji akan membawa kasus kenaikan BBM ke Mahkamah Konstituti (MK) karena pemerintah mengeluarkan kebijakan tanpa persetujuan DPR. Menaikkan harga BBM secara sepihak, merupakan kebijakan yang salah.

"DPR sebagai lembaga pengontrol, tidak bisa membiarkan pemerintah bertindak salah seperti menaikkan harga BBM tanpa sepengetahuan wakil rakyat," kata Zaenal Maarif.

Menurut Zaenal Maarif, sebagian besar Fraksi DPR RI menghendaki agar kasus kenaikan harga BBM diselesaikan lewat MK sehingga pemerintah tidak lagi mengesampingkan DPR RI. "Saya sebagai orang hukum, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM secara sepihak bertentangan dengan prinsip konstitusi. Saya berkeyakinan bahwa pimpinan DPR akan menang dalam sidang MK," kata Zaenal Maarif.

Sementara Ketua MPR RI Hidayat Nurwahid mengemukakan, menjadi hak DPR untuk membawa kasus BBM ke MK. Jika MK memenangkan DPR, maka MPR akan bertindak terhadap pemerintah.

Apakah tindakan MPR dalam bentuk Sidang Istimewa? Menurut Hidayat Nurwahid, tidak harus dalam bentuk Sidang Istimewa. "Yang jelas, setelah MK memutuskan kemenangan bagi DPR, pimpinan MPR tidak akan tinggal diam," kata Hidayat Nurwahid saat menerima utusan Pucuk Pimpinan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) di ruang kerjanya, Senin sore.

Hidayat menilai, kebijakan pemerintah menaikan harga BBM tanpa persetujuan DPR memang menimbulkan kontraversi. Namun kasus itu menjadi wewenang DPR sehingga MPR hanya akan mengambil kebijakan setelah ada keputusan MK. "Saya juga prihatin dengan kondisi kenaikan harga BBM sebab membuat rakyat hidupnya lebih berat," katanya.

Tolak kenaikan BBM

Sementara itu, sekitar 350 massa dari organisasi perempuan dan pro demokrasi, juga menggelar aksi menolak kenaikan harga BBM. Mereka itu, anatara lain terdiri dari Forum Sosial Indonesia-Divisi Perempuan, Aliansi Rakyat Bersatu, LBH-APIK Jakarta, Koalisi Perempuan Indonesia, Kalyanamitra, Solidaritas Perempuan, Kopbumi, Perempuan Mahadhika,

Aksi yang diberi nama "Komite Aksi Bersama" ini, melakukan demo ke istana presiden dan selanjutnya konvoi ke gedung DPR Senayan. Sebelumnya, massa berkumpul di Tugu Poncol, sebelah GOR Senen, Jakarta Pusat sejak pukul 09.00 WIB. Mereka adalah ibu rumah tangga, ibu korban penggusuran, buruh ter-PHK.

"Aksi bersama menuntut pembatalan kenaikan harga BBM ini, bertepatan dengan peringatan hari perempuan internasional yang jatuh pada 8 Maret 2005 ini," k