Warta

Dwifungsi TNI Harus Dihapus

NU Online  ·  Jumat, 6 Agustus 2004 | 08:41 WIB

Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Komisi I Effendy Choirie menyatakan menyetujui rancangan pasal dwifungsi dihilangkan. "Pengalaman selama 32 tahun membuktikan bahwa dwifungsi TNI itu justru menjadi alat kekuasaan," katanya dalam acara public expose RUU TNI yang diselenggarakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Hotel Cemara kemarin.

Pasal yang dimaksudkan adalah pasal 8, 43, dan 45 mengenai doktrin dan kekaryaan dalam RUU TNI itu, pasal tersebut kental berbau peran dwifungsi TNI. "Pasal kekaryaan tidak perlu masuk karena bisa diatur oleh peraturan pemerintah (PP). Turunannya juga sudah ada dalam UU Nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara," tegas politisi PKB ini.

<>

Bunyi ketiga pasal dimaksud yakni,  Pasal 8: Dalam melaksanakan tugas pokoknya TNI melaksanakan pembinaan territorial sesuai dengan peran dan wewenang TNI. Pasal 43: Pembinaan prajurit yang menduduki jabatan di luar struktur TNI dilaksanakan oleh Panglima bekerjasama dengan pimpinan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen yang bersangkutan. Pasal 45: Jabatan tertentu dalam struktur departemen dan lembaga pemerintah non departemen dapat diduduki oleh prajurit.

Dalam kesempatan itu, Gus Choi- biasa disapa juga mengatakan, meski jadwal penyelesaian RUU tersebut sampai akhir masa reses pada 30 September 2004 nanti, DPR tidak akan memaksakan UU tersebut selesai sesuai dengan waktu yang direncanakan itu. DPR akan memperhatikan segala masukan yang dilontarkan oleh berbagai kalangan tentang RUU itu.

Untuk itu Komisi I DPR sudah mengundang sejumlah pakar politik dan pengamat militer untuk didengar analisisnya. Para pakar yang telah dimintai komentar itu, antara lain, Yahya Muhaimin (UGM), Ikrar Nusa Bakti (LIPI), Kusnanto Anggoro (Propatria), J. Kristiadi (CSIS), dan Indria Samego (LIPI).

Bukan hanya itu. Komisi I juga mengundang Ketua Lembaga Penegakan Hukum dan Strategi Nasional (LPHSN) Achmad Rifai, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Rizal Darmaputra, Direktur Program Local Government Studies (Logos) Jaleswari Pramodhawardani, Direktur Eksekutif Propatria T. Hari Prihatono, dan Ketua I Yayasan Jati Diri Bangsa (YJDB) Letjen (pur) Kiki Syachnakri. Tidak lupa, diundang pula sejumlah mantan petinggi TNI.

Umumnya, lanjut Effendy Choiri mereka mendesak agar Komisi I DPR tak terlalu tergesa-gesa membahas RUU TNI. Sebab, banyak pasal-pasal yang sangat krusial dan perlu pemikiran mendalam. Terutama pasal-pasal yang menyangkut pembinaan teritorial, pengisian jabatan sipil oleh prajurit TNI, kesejahteraan prajurit, anggaran militer, sampai hubungan dengan purnawirawan TNI.

Mereka menginginkan agar RUU TNI mencerminkan semangat reformasi. Reformasi itu harus ditunjukkan paling tidak melalui perubahan yang mencerminkan semangat reformasi terhadap masalah dwifungsi TNI, komando teritorial, dan hubungan markas besar TNI dengan departemen pertahanan. (cih)