Warta

Fiqrah Nahdliyyah Butuh Legitimasi Keilmuan

Sel, 12 Desember 2006 | 01:27 WIB

Jakarta, NU Online
Fiqrah Nahdliyyah atau landasan berfikir Nahdlatul Ulama (NU) membutuhkan legitimasi keilmuan dalam menjalankan fungsinya di tengah-tengah masyarakat dan dunia internasional. Legitimasi itu penting untuk sekedar menunjukan bahwa yang dilakukan oleh NU bukan sesuatu yang dibuat-buat akan tetapi berdasar pada landasan pemikiran yang mantap.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Hasyim Muzadi saat memberikan sambutan dalam acara syukuran pengukuhannya sebagai doctor honoris causa di bidang peradaban Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya. Tasyakuran dilangsungkan secara sederhana di aula gedung PBNU tadi malam, dihadiri oleh segenap pengurus syuriah dan tanfidziyah, serta para pengurus badan otonom dan lembaga NU, juga rekanan dari lembaga penelitian dan politik.

<>

Legitimasi keilmuan itu juga yang membuat Hasyim Muzadi bersedia menerima gelar doctor kehormatan itu. Secara rendah hati ia mengatakan, gelar doctor kehormatan itu sebernarnya tidak ditujukan utuk dirinya tetapi untuk organisasi NU. “Tidak ada pendapat saya sendiri di situ. Saya hanya menjalankan apa yang ada di NU,” katanya.

Pengasuh pondok pesantren Al-Hikam Malang itu menyatakan antusiasnya kepada warga nahdliyyin yang berkecimpung dalam pemikiran NU. Dirinya mendorong warga nahdliyyin untuk terus memperkenalkan dan mengembangkan Fiqrah Nahdliyyah melalui karya-karya ilmiah.

“Itu penting untuk membantu generasi muda yang ingin mencari-cari sendiri NU. Biar tidak buru-buru nyeneni (memarahi: Red) NU. Lalu, organisasi-organisasi dan gerakan Islam yang lain juga perlu tahu bahwa NU itu bukan gerakan oportunasi tapi benar-benar bermetode (manhaji). Ketika NU berhubungan dengan lintas agama dan budaya agar itu juga difahami semata-mata dari ajaran agama, bukan musiman saja,”  kata Hasyim.

Perlu penegasan kembali fungsi ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin (pembawa kesejahteraan bagi umat manusia: Red). Dikatakan Hasyim, sedianya negara diuntungkan dengan pemahaman agama ala NU seperti ini karena memberikan semangat atas terciptanya persatuan dan persaudaraan antar suku, agama, ras, dan golongan yang berbeda di Indonesia.

Di mata dunia internasional Islam yang rahmatan lil ‘alamin telah menampik kesan bahwa Islam itu identik dengan kekerasan. “Bukan Islamnya tap cara membawakannya,” kata doctor honoris kausa yang menulis pidato bertajuk “Islam Rahmatan lil ‘Alamin, Menuju Keadian dan Perdamaian Dunia: Perpektif Nahdlatul Ulama. (nam)