Warta

FKB Ancam Gunakan Jalur Ekstra Parlementer untuk Kembalikan Indosat

Sel, 8 Januari 2008 | 23:16 WIB

Jakarta, NU Online
Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI mengancam akan menggunakan jalur ekstra parlementer untuk mengembalikan aset PT Indosat yang telah dijual kepada pihak asing. Jalur itu akan ditempuh bila proses hukum tak juga membuahkan hasil.

“Jalur yang kita tempuh, lewat komisi di parlemen. Kalau tidak cukup, kita akan menempuh jalur ekstra-parlemen, seperti demonstrasi,” tegas Ketua FKB DPR RI Effendi Choirie. Ia mengatakan hal itu kepada wartawan saat menerima 30 anggota Penyelemat dan Pembela Aset Telekomunikasi (Pepati), di Jakarta, (8/1).<>

Pihaknya juga mendesak pertanggungjawaban penguasa masa lalu yang telah menjual aset negara itu bangsa asing. Karena itu, kasus ini harus dibuka secara transparan. “Kalau memang ada kerugian negara, mereka harus diproses secara hukum,” ujarnya.

Mantan wakil ketua Komisi I itu menambahkan, para penguasa sebelumnya harus bertanggung jawab secara hukum, politik, dan moral. Sebab, penjualan aset itu juga merupakan tanggung jawab kepada generasi yang mendatang.

Pepati, yang dipimpin Syahrul Akhyar, meminta FKB membantu “merebut” kembali PT Indosat yang telah dijual pemerintahan Megawati Soekarnoputri kepada Singapura.

Pepati menduga kuat, penjualan Indosat itu merupakan salah satu upaya ‘Singapura-isasi’. Menurutnya, dalam penjualan aset Indosat ini disinyalir ada indikasi tujuh pelanggaran.

Pertama, melanggar Tap MPR Nomor 4 tahun 1999 tentang BUMN atau BUMD yang efisien, transparan, dan profesional. Kedua, Tap MPR nomor VIII tahun 2000 terkait pelaksanaan dengan sungguh-sungguh dan transparan program restrukturisasi dan privatisasi BUMN.

Ketiga, Tap MPR nomor X tahun 2001 terkait penyusunan action plan yang komprehensif dalam kerangka regulasi sektoral. Empat, Tap MPR nomor IV tahun 2002 menyangkut pelaksanaan privatisasi BUMN secara selektif. Lima, Undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program Perencanaan Nasional (Propennas).

Dugaan pelanggaran keenam, Undang-undang APBN tahun 2002 tentang Hak Budget DPR. Ketujuh, Undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang Sektor Telekomunikasi. (rif/gpa)