Warta SERBA-SERBI TANAH SUCI

Gua Hiro; Bertengkar, Saling Menasehati dan Tertawa bersama (3)

Jum, 3 Desember 2010 | 21:03 WIB

Makkah, NU Online
Mendaki di tahapan kedua menuju Gua Hiro', setelah melewati punggung Jabal Nur adalah sebuah perjalanan yang sangat mengesankan. Kita tidak lagi dapat berombong-rombongan, selain sudah tercecer juga dikarenakan medan yang semakin menyempit dan menanjak cukup tinggi. 

Di 'etape' ini, kita hanya akan bisa membawa diri sendiri. Berdesakan dengan orang-orang yang kira-kira memiliki sifat yang sama, pantang menyerah dan keras kepala. Karena ini pula, pada pendakian ini seringkali diwarnai dengan percekcokan-percekcokan kecil antar jamaah yang sama-sama mengantri untuk mendekati Gua Hiro'. Semua saling berusaha mendahului dan tidak ada yang mau mengalah.
>
Kadang-kadng bila yang didahului tidak terima, mereka akan terlibat dalam adu mulut yang sudah dimengerti, karena masing-masing menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Biasanya mereka akan dilerai oleh orang yang menggunakan bahasa yang berbeda lagi. Maka muncullah kelucuan-kelucuan yang cukup menggelikan.

Masing-masing orang yang berusaha berebut memasuki setapak yang semakin mengecil. Ketika kiri kanan setapak bukan lagi ruang hampa, maka kebulatan mental harus benar-benar dimantapkan. Ratusan manusia, penuh berjejal sesak memasuki lorong batu. Kiri-kanan adalah tembok batu yang lebih tinggi dari kepala manusia, sementara samping kanan kiri depan dan belakang hanya tubuh-tubuh yang kian merapat.

Mereka yang tergencet, akan komplain kepada orang-orang dianggapnya tidak bisa bersabar. Sementar itu yang dikomplain juga akan menyangkal bahwa ia terdorong oleh orang lain di belakang atau di sampingnya. Bukan lantas saling diam, biasnya masing-masing akan lebih suka ngotot, mmungkin untuk menghilangkan kejemuan mengantri, hingga ada di antara mereka yang melerai. Orang yang melerai inipun acap kali berbicara dalam bahasa yang tidak saling dimengerti. Sungguh, mungkin tiada kalimat pendek yang dapat menggambarkan kondisi seperti ini.

Masing-masing mereka yang dapat sampai di rute ini, terutama pada musim ramai hanyalah orang-orang yang keras kepala. Sekarang Anda bayangkan saja, jika orang-orang yang sama-sama keras kepala ini saling berebut untuk menuju  sebuah tempat, sebuah lobang yang sempit, melalui lorong sempit dengan pintu-pintu celah batu sempit. Dapat dipastikan mereka akan saling berebut dan bertengkar. Namun alhamdulillah, masing-masing memang datang dengan niat ibadah, jadi pasti selalu dapat menahan diri.

Setelah ada dua pihak saling bersitegang atau bertengkar dan muncul pihak ketiga yang melerai atau menasehati, maka mereka pun kemudian saling tersenyum dan tertawa. Terkadang tawa ini menjadi terbahak-bahak. Benar-benar membuat kita terkagum, kagum. Mereka benar-benar tidak saling memahami bahasa lisan masing-masisng orang, namun senyuman dan tatapan mata dan raut muka dapat menjadikan segalanya dimengerti, meski seringkali didahului oleh salah pengertian.

Maka kata-kata yang paling sering terdengar adalah, "Haj, haj. Isbir ya akhir, innallaha ma'as shobiirin." Dan mereka pun kemudian saling terdiam dan dan beristighfar.

Dan ketika tiba di puncak gunung Nur, barulah kita menyadari bahwa ssebenarnya letak Gua Hiro' tidak berada di puncak, melainkan "hanya" sedikit lebih tinggi daripada bagian punggung gunung. Hanya saja, Gua Hiro' terletak di sisi yang berbeda dengan jalur yang didaki sejak awal. Ini Artinya, jamaah harus kembali menuruni beberapa lajur yang tidak lagi terdiri dari tatanan tangga berundak.

Jamaah harus benar-benar melewati alam bebas sebelum sampai di lorong yang menghubungkan mulut Gua Hiro. Akhir perjalanan adalah sebuah lorong persimpangan yang masing-masing berujung pada sebuah lobang batu. Lobang sebelah kiri adalah sebuah celah lipatan batu sedalam batu satu meter. Lubang ini adalah cekungan batu yang berbentuk segitiga dengan panjang kira-kira dua meter dan lubang mulut setinggi kurang dari satu merter, kira-kira antara 80-100 centimeter.

Ini berarti, lubang ini dapat digunakan oleh maksimal dua orang untuk berlindung dari sengatan terik matahari atau air hujan. dan kita harus berebut untuk dapat sekedar masuk berdoa di lubang ini. Sebuah lubang yang kini dinding-dindingnya telah dicat dengan aneka warna tulisan ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, yakni Al-Qur'an, Surat al-Alaq ayat 1-5.

Cat Putih yang mengkilat, mungkin semacam cat kayu, digunakan sebagai alas sebelum ayat-ayat wahyu pertama ditulis dengan cat hijau dan dihiasi dengan perangkat huruf berwarna merah. Semuanya dengan media cat yang mengkilap. (min/bersambung)