Warta

Gus Ipul : Jabatan Menteri Sebuah Amanah

NU Online  ·  Kamis, 21 Oktober 2004 | 04:41 WIB

Jakarta, NU Online
Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Saefullah Yusuf menyatakan jabatan menteri yang dipercayakan kepada dirinya bukanlah hadiah yang harus disyukuri, melainkan sebuah amanat yang harus diperjuangkan. "Ini bukan untuk disyukuri, melainkan sebuah amanat untuk diperjuangkan yang disertai dengan doa," katanya kepada wartawan di Kantor Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Jakarta, Kamis dinihari.

Dia menyatakan akan mempelajari tugasnya selaku menteri  sebelum melangkah lebih lanjut. Saifullah yang saat ini masih menjabat ketua umum GP Ansor tersebut tengah menerima sejumlah staf dari kementerian kawasan Timur Indonesia yang akan menjadi staf dikementeriaannya. Sejak diumumkan, sebagai menteri, Saifullah terus menerima ucapan selamat baik melalui pesan singkat telepon selulernya. Setidaknya sekitar 200 SMS sudah masuk ke teleponnya setengah jam setelah dirinya ditunjuk sebagai menteri.

<>

Diantara pesan singkat yang memberikan ucapan selamat tersebut diantaranya menyatakan daerahnya sebagai daerah tertinggal dan minta dikunjungi pada kesempatan pertama. Salah satu ketua DPP PKB itu ditunjuk sebagai Menteri  Pembangunan Daerah Tertinggal dalam Kabinet Indonesia Bersatu yang secara resmi diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Istana Merdeka Jakarta, Rabu malam.    

Lulusan Fisipol Universitas Nasional (Unas) Jakarta ini pernah bekerja sebagai wartawan tabloid Detik, tabloid Target, dan tabloid Simponi serta tercatat sebagai salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Sebelum Saifullah Yusuf, wartawan yang pernah mengisi kabinet adalah Adam Malik sebagai Menteri Luar Negeri dan Harmoko yang menjadi Menteri Penerangan pada era pemerintahan Presiden Soeharto.

Saifullah Yusuf lahir di Pasuruan, Jawa Timur, 40 tahun lalu dan merupakan keponakan mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saat kuliah, Saifullah tinggal di rumah Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, sehingga banyak belajar politik dari pamannya itu. Lelaki yang akrab dipanggil "Gus Ipul" itu masuk orbit politik nasional setelah terpilih menjadi anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan dan ketika tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU) mendeklarasikan PKB, ia sudah berada di partai "banteng gemuk" itu.

Keberadaan Saifullah di PDI Perjuangan dinilai sebagai simbol dukungan NU pada partai politik pimpinan Megawati tersebut, yang ketika itu mendapat serangan bertubi-tubi dari kelompok yang menggunakan simbol-simbol Islam. Namun, menyusul lengsernya Gus Dur dari kursi kepresidenan, awal 2002 Saifullah keluar dari PDI Perjuangan, meninggalkan kursi anggota DPR, dan langsung masuk bursa kandidat Ketua Umum DPP PKB dalam Muktamar Luar Biasa (MLB) PKB di Yogyakarta, Januari 2002.

Dalam MLB ini, Saifullah yang memperoleh dukungan luas dari kalangan muda PKB dan NU karena ia masih tercatat sebagai Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor bersaing ketat dengan Dr Alwi Shihab memperebutkan kursi yang ditinggalkan Matori Abdul Djalil (dipecat). Namun akhirnya ditemukan solusi yang dianggap terbaik yakni Alwi Shihab yang didukung Gus Dur menjadi Ketua Umum dan Saifullah Yusuf mendapat jabatan sebagai Sekrestaris Jenderal (Sekjen).

Suami Ummu Fatma dan bapak dari Selma Halida, Falichudin Daffa, serta Rayhan Hibatullah itu sejak mahasiswa merupakan aktivis organisasi, baik di lingkungan kemahasiswaan maupun organisasi di jajaran NU. Jabatan yang pernah dipegangnya antara lain Ketua Senat Fisip UNAS Jakarta (1988 - 1990), Ketua PP Ikatan Putra Nahdlatul Ulama (1990 - 1994), Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Jakarta (1991 - 1993), serta Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor (1999 - 2000, 2000 - 2005). (atr/cih)