Kader Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Zulfa Fitri Ikatrinasari meraih gelar doktor dari Sekolah Pascasarjana (SPs) Institut Pertanian Bogor (IPB) setelah dinyatakan berhasil mempertahankan disertasi di hadapan tim penguji pada sidang terbuka yang diselenggarakan di kampus IPB Darmaga.
Zulfa Fitri Ikatrinasari merupakan aktivis Muslimat NU. Ia mengelola Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Muslimat NU di bawah Yayasan Pendidikan Muslimat (YPM). Ia juga tercatat sebagai dosen program Magister Universitas Mercu Buana Jakarta.<>
Selain itu, Zulfa Fitri Ikatrinasari juga merupakan anak pertama dari pasangan dua tokoh NU yaitu Duta Besar RI untuk Kerajaan Maroko H Tosari Widjaja dan Hj Mahsusoh Ujiati.
Tosari merupakan mantan ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan selama 18 tahun mengabdi di DPRÂ mewakili PPP dengan jabatan terakhir sebagai wakil ketua DPR. Sedangkan Mahsusoh adalah mantan ketua PW IPNU Jawa Timur. Ia tercatat sebagai Anggota Komisi IV DPR periode 2004-2005 dan kini tercatat sebagai salah satu pimpinan PP Muslimat NU.
Sidang Terbuka Zulfa Fitri Ikatrinasari dipimpin oleh Dr Ir Sugiyono dengan tim penguji terdiri dari Prof Dr Ir M Syamsul Maarif, MEng sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev, Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc, Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, MSc, dan Dr Ir Aris Munandar, MS.
Sidang tersebut juga menghadirkan dua penguji luar komisi yaitu Koordinator Tim Pendukung Teknis Rehabilitasi dan Rekonstruksi Provinsi Sumatera Barat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dr Ir Sugimin Pranoto, MSc serta staf pengajar Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM), Fakultas Ekologi Manusia, IPB Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr.
Menurut Zulfa, agropolitan atau kota pertanian adalah salah satu konsep pembangunan wilayah dengan basis pengembangan pertanian yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya potensial dan peningkatan daya saing suatu daerah.
Pengembangan kawasan agropolitan dapat mempercepat pembangunan perdesaan sehingga dapat mengatasi permasalahan kesenjangan pembangunan yang terjadi. Otonomi lokal merupakan syarat bagi pengembangan agropolitan sehingga setiap kawasan memiliki wewenang terhadap sumber-sumber ekonomi.
Selain itu, keuntungan yang diperoleh dari kegiatan setempat harus ditanam kembali untuk menaikkan daya-hasil dan menciptakan suatu keadaan yang mendorong pertumbuhan ekonomi selanjutnya.
Penelitian yang dilakukan Zulfa lebih menekankan pada pengembangan sistem pengembangan keputusan (SKP) intelijen pada pengembangan sumberdaya manusia (SDM) kawasan agropolitan. Model ini memudahkan pengembangan agropolitan, karena menjadi lebih efesien.
Mahsusoh Ujiati yang juga hadir dalam sidang terbuka Zulfa Fitri Ikatrinasari menambahkan, konsep pengembangan rekayasa SKP intelijen agropolitan sangat sesuai dengan kebutuhan Indonesia yang notabene sebagai negara agraris.
"Sebagain besar wilayah daratan Indonesia adalah kawasan pertanian. Potensi dan kondisi alam Indonesia juga sangat bagus. Tinggal pengelolaannya lebih diperbaiki, agar kesejahteraan petani meningkat," papar mantan Anggota Komisi IV DPR RI tersebut. (hir)
Terpopuler
1
Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda
2
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 M
3
Hilal Terlihat, PBNU Ikhbarkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025
4
Gus Baha Ungkap Baca Lafadz Allah saat Takbiratul Ihram yang Bisa Jadikan Shalat Tak Sah
5
Pengrajin Asal Cianjur Sulap Tenda Mina Jadi Pondok Teduh dan Hijau
6
Niat Puasa Dzulhijjah, Raih Keutamaannya
Terkini
Lihat Semua