Warta SERBA-SERBI TANAH SUCI

Kawasan yang Bernama Hujun

Rab, 8 Desember 2010 | 06:17 WIB

Makkah, NU Online
Menunggu dibukanya masjid Syajarah, kami mengarahkan tujuan ke Mala. Di sini, Khadijh dimakamkan. Mala dijanjikan oleh Allah sebagai jiwa-jiwa yang akan dibangkitan di awal-awal hari kebangkitan kelak. Sejumlah jamaah perempuan hanya berdoa di depan pintu pemakaman ketika kami datang. Jamah perempuan dilarang masuk, dengan demikian, salah satu dari kami yang juga perempuan tertahan di pintu ketika kami masuk ke pemakaman itu.

Di pemakaman seluas sekitar 100 ribu meter persegi ini, dimakamkan pula Abdullah bin Zubair bersama ibunya Asma binti Abubakar. "Ini adalah pemakaman yang baik," kata nabi, seperti diriwayatkan Ahmad dan Thabrani serta Ibnu Abbas. Tak jauh dari Mala, terdapat Masjid Jin. Di Lokasi masjid ini, dulu, Nabi membaiat jin. Kami telah shalat di Masjid Jin ini dua hari sebelumnya. Masjid Syajarah dan Masjid Jin adalah masjid-masjid kecil di sekitar Masjidil Haram, yang hanya buka di jam-jam shalat wajib. Tapi, setiap waktu shalat selalu penuh jamaah.
<>
Jarak Masjid Jin berjarak sekitar 200 meter dan Masjid Syajarah, di jalan yang sama. Masjid Jin sekitar 900 meter dari MasjidilHaram, Masjid Syajarah sekitar 700 meter dari Masjidil Haram. Dua ratus meter ke arah Masjidil Haram lagi, terletak Masjid Rayah, yang oleh orang Indonesia dan Malaysia dikenal sebagai Masjid Kucing.

Interior dalam Masjid Kucing banyak memanfatkan kayu berwarna cokelat, sehingga terlihat lebih artistik dibandingkan dengan interior Masjid Jin maupun Masjid Syajarah. Wilayah tiga masjid ini, dulu namanya Hujun.

Kurang 15 menit dari waktu shalat kami beranjak ke Masjid Syajarah lagi, melewati Masjid Jin, kemudian menyeberangi jalan untuk mencari arah belok agar bisa mencapai Masjid Syajarah yang berada di perempatan yang jalan yang kami seberangi ini.

Dari arah Masjid Jin, Masjid Syajarah berada di sebelah kiri jalan yang mengarah kea rah ke Masjidil Haram itu. Pintu Masjid Jin yang berada di sisi jalan, itu berarti bukan pintu depan melainkan pintu samping. Jadi, begitu masuk masjid, harus belok kanan dulu untuk bisa menghadap ke arah kiblat. Untuk Masjid Jin, pintu depan berada lurus dengan tempat imam shalat, sehingga begitu masuk masjid langsung menghadap kearah Kabah.

Di lokasi Masjid Syajarah ini, dulu di zaman Nabi tumbuh pohon. Atas permintaan Nabi, pohon ini bisa berjalan ke arah Masjid Jin, lokasi tempat Nabi membaiat Jin. Sebelumnya, jin-jin itu telah bertemu Nabi di An-Nakhlah, sepulang Nabi dari Taif. Di Taif, dakwah Nabi ditolak, sehingga Nabi pulang ke Makkah.

Saat berada di Hujun ini, Nabi juga ditolak kaum kafir. Nabi pun berdoa agar ditunjukkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan-Nya. Nabi pun diminta memanggil pohon. Ketika dipanggil, serta-merta pohon itu berjalan ke arah Nabi dan menyampaikan salam kepada Nabi. Karena tindakan buruk kaum kafir itu, Nabi yang beserta Abdullah bin Masud kemudian membuat lingkaran di tanah.

Abdullah bin Masud diminta berdiam di dalam lingkaran itu dan berpesan agar tidak keluar dari lingkaran. Nabi mengatakan, jika Abdullah berada di luar garis lingkaran, jiwanya akan terancam. Selama Nabi pergi dan Abdullah berada di dalam lingkaran, banyak jin datang tapi tidak mengganggu Abdullah yang berada di dalam lingkaran. Jin-jin itu kemudian mencari Nabi, mereka meminta dibacakan Alquran dan makanan berupa tulang. Jin-jin yang datang itu, menurut Nabi, cukup menyusahkannya malam itu.

Riwayat Al-Bazzar dan Abu Yala ini berbeda dengan riwayat yang disampaikan Al-Fakili. Menurut Fakili, Nabi memanggil pohon untuk membuktikan kepada jin, bukan kepada kaum kafir. Jin meminta kebenaran risalah Nabi, lalu dipanggillah pohon itu.

Masjid Jin juga sebut Masjid Haras. Sebutan bermula dari kebiasaan komandan penjaga Makkah yang setiap patroli selalu berhenti di lokasi masjid ini. Ia menunggu semua anak buahnya berkumpul di sini untuk melapor. Masjid Jin sudah dikenal sejak awal abad ke 3 Hijriyah. Pada 1421 H, oleh Raja Fahd, masjid diperbarui, setelah usai perbaruan Masjid Syajarah pada 1420 H.

Masjid Ar-Rayyah diperbarui jauh sebelumnya, yaitu pada 1404 H. Disebut Masjid Ar-Rayyah karena Nabi menunjuk tempat ini sebagai tempat menancapkan bendera (rayyah) di hari penaklukan Makkah. Nabi masuk ke Makkah melalui sebelah atas Makkah, yaitu Kada. Nabi juga diceritakan sempat shalat di lokasi Masjid Rayyah itu. Di abad ke-3 Hijriyah, Abdullah bin Ubaidillah bin Abbas membangun Masjid Rayah ini.

Tapi saat renovasi terakhir pada 1404 itu, lokasi masjid digeser ke arah utara sedikit. Penggeseran itu dilakukan karena proyek perluasan Masjidil Haram. (min/kemenag)