Warta

Kebebasan Beragama perlu Dijaga Undang-Undang

Kam, 8 Desember 2011 | 01:40 WIB

Semarang, NU Online
Kebebasan beragama merupakan hak paling asasi dan karenanya bersifat absolut. Namun kala hak itu diekpresikan, kebebasannya berkaitan dengan kebebasan orang lain dan karenanya, bersifat terbatas. 

Batasannya, harus dengan Undang-Undang, yang sifatnya menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak orang lain. Tujuannya untuk memenuhi keadilan sesuai pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban masyarakat secara umum.
<>
Maka ketika ada orang berulah menodai agama atau berbuat kriminal yang bersingungan dengan ekpresi keagamaan, pemerintah bisa dan wajib turun tangan untuk meresponnya.

Jika pelaku bersalah secara hukum harus diberi sanksi seusai hukum, dan jika aturannya dianggap kurang sesuai, bisa diubah melalui penyampaian aspirasi ke DPR.

Demikian paparan ketua  Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah, Dr Abu Hapsin Umar, dalam Sarasehan “Membangun  Kerukunan Umat Beragama” yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Muslimat NU Jateng, di Aula PWNU Jateng, Selasa (7/12).

Acara dihadiri jajaran pengurus PW Muslimat NU Jateng, utusan PC Muslimat NU se-Jateng, dan sejumlah tokoh perempuan dari enam agama.  Juga dihadiri aktivis badan otonom NU Jateng.

Menurut Abu Hapsin yang juga wakil ketua PWNU Jateng, pada dasarnya antar pemeluk agama tidak punya masalah alias rukun-rukun saja. Namun seringkali ada kepentingan politik yang membuat sekelompok orang membuat onar di suatu tempat yang terkair simbol agama. Lebih-lebih jika pelakunya orang yang terbelit kemiskinan.

“Umat beragama secara umum rukun-rukun saja. Namun seringkali kepentingan politik membuat sekelompok orang berbuat onar. Apalagi jika perutnya lapar. Hal kecil bisa membuat marah besar. Bahayanya kalau berdekatan dengan simbol agama,” terang wakil ketua MUI Jateng ini.

Pembicara lain, Amin Handoyo dari Kantor Wilayah Kementrian Agama Jawa Tengah Amin Handoyo mengatakan, para pemimpin agama harus semakin serius membina umatnya agar tidak terjerumus dalam paham radikal.

Sebab menurutnya, paham radikal membuat orang tidak punya rasa toleransi dan berani berbuat apa saja termasuk teror. Dan Jawa Tengah, ungkapnya, merupakan daerah yang sering disebut sebagai pemasok teroris sekaligus tempat operasi terorisme.

“Banyak pelaku teror adalah penduduk Jateng. Yang diobok-obok kerukunan beragamanya juga Jawa Tengah. Yaitu kasus penodaan agama di Temanggung beberapa waktu lalu, yang menimbulkan anarkisme,” jelasnya.

Ketua PW Muslimat NU Jateng Prof Dr Ismawati dalam sambutannya mengatakan, kegiatan tersebut diadakan untuk mendorong keterlibatan tokoh-tokoh perempuan, terutama Muslimat NU, untuk membantu menjadi penjaga kerukunan agama di daerah masing-masing.



Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Ichwan