Warta

Kekerasan Terhadap Anak Timbulkan Gangguan Mental

NU Online  ·  Selasa, 20 Mei 2003 | 12:01 WIB

Jakarta, NU.Online
Kekerasan domestik atau kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga menduduki porsi terbesar dalam kasus kekerasan yang menimpa anak-anak pada rentang usia 3-18 tahun. 7 dari 10 anak indonesia pernah mengalami kekerasan fisik. Sebanyak 80 persen kekerasan yang menimpa anak-anak dilakukan oleh keluarga mereka, dan 10 persen terjadi di lingkungan pendidikan. Hal itu diungkapkan oleh  Irwanto, Ph.D, Ketua Lembaga Penelitian Unika Atma Jaya di sela-sela acara Round Table Discussion,"Kekerasan Terhadap Anak : Problem dan Solusi”, diselenggarakan oleh PP Fatayat NU-Ford Foundation di Graha PBNU, Jakarta, Selasa (20/5).

Dalam diskusi itu terungkap pula, selama ini, kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga jarang terungkap, karena dianggap menyebarluaskan aib keluarga. Bahkan, muncul rasa malu jika masalah kekerasan domestik itu diungkapkan ke publik atau polisi, karena pelaku kekerasan tersebut biasanya adalah orangtua atau orang yang dekat dengan korban. Beberapa kasus malah mengakibatkan kematian si anak. "Padahal, tidak jarang kekerasan domestik tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak kriminal," katanya.

<>

Kekerasan domestik yang menimpa anak-anak dapat mengakibatkan gangguan penyesuaian terhadap lingkungan dan kelainan perilaku. Selain itu, menyebabkan anak-anak berjalan tanpa konsep karena tidak pernah memperoleh mekanisme interaksi dari orangtuanya. "Ada seorang anak yang tidak pernah diajak berbicara oleh orangtuanya. Akibatnya, anak tersebut menjadi emosional dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya," tutur Wan Nedra Pengurus PP. Fatayat NU yang saat ini sedang menempuh program spesialis anak di Universitas Indonesia.

Berdasarkan data Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI)  sekitar 24 juta perempuan atau 11,4 persen dari total penduduk Indonesia pernah mengalami tindak kekerasan. Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan kasus yang menonjol yang terjadi pada anak-anak. Dalam catatan pada tahun 1992-2002 terdapat 2.611 kasus (65,8 persen) dari 3.969 kasus kekerasan seksual dialami anak-anak di bawah usia 18 tahun. Dari jumlah itu, 75 persen korbannya adalah anak perempuan."Kasus yang menonjol terutama pemerkosaan (42,9 persen) dengan kejadian terjadi di rumah tinggal (35,7 persen). Ini tentunya mengindikasikan pentingnya masalah pencegahan kekerasan terhadap anak," tambahnya.

Kekerasan juga terjadi di lingkungan pendidikan yang dilakukan oleh pengajar, mulai dari kekerasan verbal, hukuman, hingga yang mengarah kepada kekerasan seksual. Kondisi ini dapat menyebabkan trauma terhadap korban, karena tidak jarang pengalaman kekerasan tersebut bersifat menetap. Kondisi ini sangat memprihatinkan, apalagi jika melihat kenyataan bahwa 10 persen korban kekerasan seksual memperoleh pengalaman buruk tersebut dari orang-orang terdekatnya. 

Kenyataan itu harus disikapi secara serius baik oleh Institusi negara melalui kebijakan-kebijakan yang mengarah pada pemberdayaan baik melalui sektor pendidikan, mengurangi tindak kekerasan di jalanan dan peran-peran pendampingan pendidikan dalam keluarga dengan cara yang simpatik dan menjauhkan unsur-unsur kekerasan.

"Harus ada peran serta yang optimal  bagi semua pihak untuk mengurangi tindak kekerasan terhadap anak" ungkap  Fadhilah Suralaga, yang juga menjadi salah satu pembicara. (Cih)