Warta SERBA-SERBI TANAH SUCI

Masjdil Haram yang Selalu Hidup dan Menghidupi

Ahad, 19 Desember 2010 | 03:03 WIB

Makkah, NU Online
Seusai musim haji, kita bisa menyaksikan bahwa Masjidil Haram tetap menjadi jantung dari denyut nadi perekonomian kawasan Hijaz (Makah-Madinah). Para penduduk di kawasan ini selalu menyempatkan diri untuk berumroh setiap saat. Sehingga dari tempat-tempat Miqot seperti Birr Ali, Tan'im dan Hudaibiyah, kita bisa menyaksikan jamaah yang mengenakan pakaian Ihrom tidak pernah berhenti.

Meski bisa dikatakan mulai sepi, namun bukan berarti Kabah dapat dikatakan sunyi dengan sebenarnya. Kehidupan di Masjdil Haram tidak pernah berhenti 24 jam. Bahkan pelataran Kabah pun tidak pernah sepi dari jamaah yang terus berthowaf sepanjang hari dan malam, meski juga memang tidak penuh.

<>

Terdapat semacam hubungan simbiosis mutualis (hubungan yang saling menguntungkan) antara kawasan Hijaz dan penduduknya. Mereka hidup dari daerah Hijaz, terutama karena faktor pariwisata (ziarah), dan merekalah yang menghidupkan kawasan ini dengan berbagai aktifitas kemanusiaan.

"Hal ini dalat dimaklumi mengingat penduduk Makkah dan Madinah, mayoritasnya bahkan bukan penduduk Asli. Mereka kebanyakan adalah orang-orang luar, baik luar Arab Saudi maupun luar negara-negara Arab. Terdapat hubungan saling hidup dan menghidupi," tutur Luthfi Zuhdi, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia untuk Arab Saudi kepada NU Online di Madinah, Sabtu malam (18/12).

Menurut Luthfi, para pekerja maupun pebisnis yang tinggal di kawasan ini tentu tidak menyia-nyiakan kesempatan berumroh. Karena mereka tentu sangat membutuhkan sokongan moral dan spiritual dalam setiap urusan di Tanah Suci ini. Dan karena itu pulalah, Makkah-Madinah terutama Masjidil Haram tidak pernah sepi dari pengunjung.

Bagi orang-orang yang berada di Makkah atau daerah-daerah sekitarnya misalnya, mereka akan mengambil Miqot di Tan'im atau Ji'ranah. Sedangkan bagi penduduk di kawasan Madinah, mereka akan miqot di Birr Ali.

Beberapa pilihan dapat digunakan oleh penduduk Madinah untuk berumroh menuju Makkah. Jamaah umroh bisa memilih memakai kendaraan pribadi, atau kendaraan umum. untuk kendaraan jenis kedua ini juga terdapat beberapa pilihan, misalnya taksi atau bus yang banyak terdapat di sekitar kawasan Masjid Nabawi.

Di terminal bus Saptco Madinah, ada banyak taksi-taksi yang siap mengantarkan Anda ke Makkah untuk berumroh dengan biaya sekitar 60 Riyal perorang, bisanya taksikecil dinaiki 4 orang. Sedangkan Bus Saptco mematok harga 50 Riyal, sementara bus lain biasanya memasang tarif 30 Riyal. Tentu saja perbedaan harga juga berakibat pada perbedaan layanan, dan tentu saja waktu tempuh.

Taksi-taksi biasanya akan berhenti dahulu di Birr Ali untuk  memberi kesempatan kepada para penumpangnya yang berumroh untuk mengambil Miqot. Mereka yang tidak berumroh namun berada salam satu taksi tidak akan pernah protes.

"Sudah menjadi sebuah kewajaran di sini bahwa taksi akan mampir di Birr Ali agar jamaah Umroh bisa sholat dan mengambil Miqot. Tidak mengapa bahkan jika ada hanya satu orang yang berumroh sementara empat orang lainnya tidak umroh. Tidak akan ada yang Protes," tutur Hussein salah seorang mahasiswa Universitas Thaiba Madinah.

Jadi jika ingin tampil flamboyan, Anda bisa tetap berpakaian perlente tanpa membawa satu tas tentang pun. Barulah di Masjid Birr Ali Anda bisa mengenakan pakaian Ihrom yang banyak di jual di pelataran Masjid. Namun untuk Anda yang memilih naik bus, sebaiknya memakai pakaian Ihrom sejak sebelum naik, karena bus hanya akan lewat saja tidak di Birr Ali, tidak akan berhenti.

Dalam terminologi lama, Hijaz digambarkan sebagai kawasan tersendiri yang melingkupi daerah-daerah disekitar dua Tanah Suci Makkah dan Madinah, termasuk juga Thoif dan Yanbu'. Dalam naskah-naskah khasanah Islam klasik, Hijaz biasanya disebut untuk dibandingkan dengan kawasan Kufah, Basrah, Damaskus dan ghorb (barat/Andalus). (min/Laporan langsung Syaifullah Amin dari Arab Saudi)