Warta SERBA-SERBI TANAH SUCI

Mengintip Kehidupan Malam di Makkah Musim Haji

Sel, 9 November 2010 | 15:11 WIB

Makkah, NU Online
Semakin mendekati waktu haji, kota Makkah, khususnya kawasan di sekeliling Masjdil Haram kini menjadi kota milik seluruh dunia. Semua bangsa dengan beragam bendera yang ditempel di dinding dan pintu-pintu gedung saling bercengkerama dengan bahasa yang susah dibayangkan sebelumnya.

Makkah pada Musim haji adalah kota yang amat mengecilkan, bahkan menafikan berbagai teori mengenai multikulturalisme dan dan keanekabudayaan manapun. Makkah di musim haji hanya memiliki satu penjelasan, yakni Mukjizat Tuhan.
/>
Sementara Makkah tidak pernah menjadi lebih luas, hanya sama seperti kota-kota lain dunia yang ditata dengan beraneka bangunan bertingkat menjulang tinggi ke arah langit. Waktu di Makkah pun tak lebih panjang dibandingkan waktu-waktu di tempat lain di dunia. Maka tak heran, Makkah di musim haji dipenuhi oleh berjubelnya manusia yang datang dengan satu niat, beribadah.

Namun tentu saja ibadah, terutama ibadah haji, tidak berdiri sendiri. Ibadah haji terkait dengan berbagai runtutan kegiatan dan beraneka bidang kehidupan. Bukan saja tentang perjalanan, belanja dan rekreasi, namun juga terkait dengan keamanan dan kesehatan.

Dengan demikian, Makkah menjadi kota super sibuk pada musim haji. Menjadi kota yang amat sangat padat dan mengalami kemacetan di mana-mana, terutama di sekitar Masjidil Haram pada waktu-waktu sholat lima waktu. Bahkan Makkah tetap saja sibuk hingga tengah malam, dini hari dan bahkan selama 24 jam.

Mereka selalu bergantian datang dan pergi dari pondokan ke Masjidil Haram dan sebaliknya, baik menggunakan kendaraan tumpangan maupun berbayar, baik sendiri-sendiri maupun berombongan. Banyak pula di antara mereka yang berjalan kaki berjam-jam berkilo-kilo meter untuk datang dan pulang menunaikan ibadah di Masjidil Haram.

Tak peduli panas terik tengah hari kota Makkah, tak peduli pula tengah malam yang mestinya mencekam. Tua-muda berjalan beriring dan berombongan menuju peribadahan kepada Tuhan.

Malam itu, waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Pemondokan jamaah di Bahuthmah masih ramai dengan lalu lalang jamaah haji Indonesia. Ada rombongan-rombongan kecil yang tampak berjalan di antara gang-gang flat pemondokan jamaah haji Indonesia.

Sebagian pedagang, terutama pedagang perempuan berkulit hitam, tampak tertidur bergeletakan di samping barang-barang dagangannya. Sementara kafetaria (angkringan) Turki tampak tetap dipenuhi pengunjung. Meski tidak berdesakan, namun tampak bahwa orang-orang Turki memiliki tradisi nongkrong di kafe yang cukup kuat.

"Iya mas ini tadi baru menyelesaikan Umroh, terus pulangnya jalan kaki sekitar satu jam. Kami sudah sejak habis Isya' langsung ambil Miqot di Masjid Tan'im, namun memang Masjidil haram penuh sesak. Jadi jam segini baru pulang," tutur Ahmad Sanjaya, salah seorang jamaah asal Serang Banten kepada NU Online, Senin (8/11). Kala itu, jam di handphone menunjukkan pukul 02.00 dini hari.

Dari pintu-pintu flat pondokan yang tidak pernah tertutup, jamaah terus menerus keluar dengan bermacam-macam pakaian. Ada yang mengenakan pakaian ihrom dan ada pula yang mengenakan pakaian bebas, seragam telur asin jamaah haji Indonesia atau beraneka warna seragam KBIH masing-masing. Dengan beriringan mereka keluar dari pondokan menuju Masjidil Haram.

Untuk menuju Masjidil Haram jamaah dapat berjalan kaki, namun pilihan ini sangat jarang digunakan, terutama pada malam hari, kecuali oleh jamaah yang berada sangat dekat dengan Masjidil Haram. Maka pilihan yang paling difavoritkan adalah naik taksi.

Di Makkah, seperti juga di Madinah tidak ada angkutan kota seperti di kota-kota Indonesia. Di sini hanya ada taksi. Namun memang taksi di sini lebih fleksible. Kendaraan umum selain bus biasaya disebut taksi, meski berukuran besar dan dinaiki oleh beberapa orang yang bukan satu rombongan. Oleh karena itu pula harganya pun bervariasi, mulai dari 3 Riyal hingga 20-30 Riyal untuk tujuan yang sama.

Dalam hal menjemput jamaah, taksi-taksi biasanya menawarkan tarif 3 Riyal, bahkan ada yang cuma 2 Riyal untuk jarak sekitar 3-4 km. Tentu saja dengan tarif semurah ini, jangan pernah mengharapkan taksi yang nyaman. Tarif semurah ini berlaku sama untuk hampir semua jenis mobil, mulai dari mobil jenis sedan, bus, pic up, hingga mobil bak terbuka yang diberi rangka tambahan.

Dengan tarif semurah ini, tentu naik mobil merupakan pilihan yang sangat rasional dan ekonomis. Barulah ketika pulang, sebagian di antara mereka memilih untuk berjalan kaki. Sekalian sambil belanja atau sekedar lihat-lihat barang bagus Mas," tutur Rohaya, jamaah perempuan asal Jawa Tengah.

Sementara itu, beberapa jamaah pria masih asyik duduk-duduk di teras pondokan, beberapa di antaranya malah memilih jongkok-jongkok di pinggir jalan sambil makan mie dengan ditemani bercangkir-cangkir kopi dan berbatang-batang rokok. Sesekali mereka terlihat memberi isyarat kepada mobil-mobil parkir di depan hotel untuk segera beranjak.

Ketika malam berangsur undur diri dan fajar mulai siap berhias, pedagang-pedagang makanan juga mulai bermunculan. Beberapa pedagang yang tadinya tertidur pun mulai bangun dan menata ulang dagangannya. Kembali jalanan dipenuhi oleh jamaah yang keluar dari pondokan sepanjang jalan. Ada yang langsung mengelilingi penjual makanan untuk sarapan dan ada yang bergegas mencari tumpangan menuju Masjidil Haram.

Sebagian lainnya hanya sekedar nongkrong dan bercengkerama dengan teman-temanya dan saling sapa dengan jamaah lainnya yang jelas-jelas tidak dikenalnya. Tampaknya mereka ingin menikmati perjalanan ke Tanah Suci dan bertemu dengan sebanyak mungkin orang-orang baru. Yah, sebanyak mungkin, sampai-sampai mereka tak memerlukan untuk berkenalan. (min/Laporan langsung Syaifullah Amin dari Arab Saudi)