Kualalumpur, NU Online
Miqat Makani jemaah haji dari Jeddah sebagaimana dilakukan oleh jemaah dari Indonesia dan Malaysia kembali dipertegas. Muzakarah Haji Nasional Malaysia ke 20 di Malaka beberap waktu lalu mempersoalkan hal tersebut karena ada pendapat yang meragukan. Demikian dikutip dari Bernama, Selasa.
Dalam Muzakarah itu, perwakilan dari Indonesia adalah pakar fikih lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir, Dr. Muhamamd Anwar Ibrahim yang juga anggota Komisi Fatwa MUI Pusat dan dosen pasca sarjana UIN Jakarta dan dosen Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta.
<>Anwar Ibrahim yang tampil sebagai pembicara asing terakhir dalam muzakarah itu dipandu oleh Haji Muhamad Hafez bin Haji Talib. “Paparan Dr. Anwar Ibrahim menarik para pejabat haji Malaysia serta para mufti di negara itu,” kata Drs. KH. Muchtar Ilyas, Kasubdit Penyuluhan Haji Departemen Agama RI yang datang pada muzakarah itu sebagai undangan.
Menurut Kiai nyentrik dari Tambak Beras Jombang ini, Dr Anwar menjadikan Jeddah sebagai miqat makani bukan tanpa alasan. Dengan berpegang pada pendapat ulama-ulama mujtahidin, memang dimungkinkan bermiqat makani dari sebuah tempat yang memiliki jarak dua marhalah (marhalatayn) dari Mekah, sejauh tak dijelaskan batasnya dalam hadis. Juga, menurut Anwar, selama ini miqat makani yang kita kenal dalam fikih adalah batas yang dikenakan kepada jemaah haji yang datang melalui jalur darat, bukan laut dan udara. Sehingga, menjadikan Jeddah sebagai miqat makani untuk darat dan laut sangat mungkin karena kota ini menjadi tempat masuk jemaah.
Malah, menurut Anwar, jika kita konsekwen, kita juga tak bisa melaksanakan ihram dan menjadikan miqat makani Bir Ali setelah kita melampaui Yulamlam. Artinya, jika kita konsekwen, kita harus melampaui Afrika dulu dan kemudian mendarat di Jeddah atau Madinah. “Dengan demikian kita terhindar dari melampaui miqat Yulamlam,” katanya.
Pandangan Dr. Anwar yang banyak mengacu pada fatwa MUI itu menarik perhatian peserta yang terlihat dalam tanya jawab panjang yang melewati batas waktu yang ditentukan.
Misalnya, soal jarak kilometer marhalatayn. Berapa sebenarnya jarak yang benar, dan apakah mungkin jarak Jeddah ke Mekah itu sudah dianggap mencapai marhalatayn? Menurut Dr. Anwar, jarak marhalatayn yang ditetapkan Rasulullah dengan Qarnul Manazil (sekarang disebut dengan daerah As-Sail) itu hanya berjarak 75 kilometer setelah diuji jarak daratnya. “Sehingga dengan demikian jarak antara Jeddah dan Mekah sudah masuk kategori itu mengingat jarak dua kota itu mencapai 85 kilometer,” kata Anwar. Sebagai perbandingan, Yulamlam (sekarang disebut dengan daerah As-Sa’diyah) berjarak 92 kilometer dari Mekah dan Zatu ‘Irq yang ditetapan Khalifah Umar untuk miqat orang Irak berjarak 94 kilometer dari Mekah.
Menurut Kiai Muchtar, Malaysia tampaknya akan menerapkan miqat makani dari Bandara Jeddah itu. “Malah ada satu pendapat, bagi yang menolak Jeddah sebagai miqat makani itu berarti mereka tak mengerti bahasa Arab,” kata Muchtar menirukan Anwar Ibrahim seraya mengutip pendapat ulama fikih kontemper Mesir. (MA/ih)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menggali Hikmah Ibadah Haji dan Kurban
2
Khutbah Jumat: Menggapai Pahala Haji Meskipun Belum Berkesempatan ke Tanah Suci
3
Niat Puasa Dzulhijjah, Raih Keutamaannya
4
Pengrajin Asal Cianjur Sulap Tenda Mina Jadi Pondok Teduh dan Hijau
5
Khutbah Jumat: Persahabatan Sejati, Jalan Keselamatan Dunia dan Akhirat
6
Prabowo Serukan Solusi Dua Negara agar Konflik Israel-Palestina Reda
Terkini
Lihat Semua