PBNU Desak Junta Militer Myanmar Hentikan Kekerasan
NU Online · Kamis, 27 September 2007 | 14:18 WIB
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak kepada rejim junta militer Myanmar agar secepatnya menghentikan tindakan kekerasan terhadap 10 ribu biksu dan rakyat yang berunjuk rasa di Kota Yangon, Myanmar. Selain untuk menghindari jatuhnya korban lebih besar, PBNU yakin, para pengunjuk rasa yang sebagian besar biksu tersebut tak akan melakukan kekacauan.
“Secara ajaran agama Budha, hampir tidak mungkin para biksu melakukan anarkhi dalam berunjuk rasa. Karena itu, secara tegas kami mengimbau agar kekerasan militer tersebut segera dikahiri,” tegas Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dalam siaran pers yang diterima NU Online di Jakarta, Kamis (27/9)<>
Hasyim yang juga Presiden World Conference of Religions for Peace itu juga mengimbau kepada junta militer Myanmar agar bersikap lebih demokratis dan realistis terhadap protes damai yang dilakukan para biksu dalam unjuk rasa damai di negaranya sendiri.
Unjuk rasa sekira 10 ribu biksu dan rakyat Myanmar yang berlangsung sejak Jumat (21/9) lalu hingga hari ini tersebut telah memakan korban akibat tindak kekerasan yang dilakukan rejim militer negara itu. Dilaporkan seorang biksu tewas tertembak dan empat lainnya luka-luka, termasuk di antaranya seorang biksuni. Selain itu, ratusan demonstran lainnya ditangkap aparat dalam upaya represif itu. Seperti dilaporkan Reuters, tiga biksu tewas dan puluhan terluka.
Insiden berdarah itu terjadi setelah imbauan jam malam dan larangan berkumpul diabaikan. Kemudian, ratusan polisi dibantu tentara Myanmar secara represif menghalau aksi damai tersebut.
Jatuhnya korban setelah aksi demo perlawanan memasuki hari kesembilan itu diungkapkan seorang anggota kelompok perlawanan bawah tanah Myanmar. "Mereka (aparat) menembak dan menghantam kami di kompleks Pagoda Sule dekat Balai Kota Yangon," lanjut informan pria yang menolak disebutkan namanya. "Ini menandakan kalau rezim militer sama sekali tak menghiraukan tuntutan kami dan menunjukkan watak aslinya," imbuhnya.
Duta Besar Inggris di Myanmar Mark Canning mengatakan kepada koresponden BBC, seorang biksu yang rambutnya seperti baru dicukur habis tewas tergeletak di kompleks Pagoda Shwedagon dengan kepala berlumur darah.
Kekerasan dan jatuhnya korban kemarin memang sudah dikhawatirkan banyak pihak akan terjadi setelah junta militer mengumumkan sejumlah larangan terhadap warga dan biksu. Rabu (26/9) dini hari, junta militer memberlakukan jam malam mulai petang sampai subuh dan larangan berkumpul lebih dari lima orang. Larangan itu berlaku 60 hari sejak kemarin.
Seperti diduga, larangan itu sama sekali tak digubris para penggerak unjuk rasa damai. Kemarin pagi warga sipil tetap berkumpul di dekat Pagoda Sule. Mereka menunggu datangnya satu prosesi sekitar 10.000 biksu dan warga sipil.
Biksu-biksu itu 'turun gunung' menyusul maraknya demo menentang naiknya harga bahan bakar minyak. Sebab, kenaikan itu membuat ongkos transportasi umum melonjak. Alhasil, banyak warga yang tak sanggup membayar ongkos bus. (rif)
Terpopuler
1
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
2
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
3
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
4
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
5
Kurangi Ketergantungan Gadget, Menteri PPPA Ajak Anak Hidupkan Permainan Tradisional
6
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
Terkini
Lihat Semua