Warta

PCINU Yaman Adakan Seminar Soal Ijma'

Kam, 15 Juli 2010 | 00:53 WIB

Mukalla, NU Online
Dalam rangka menjalankan program kerja seperti yang telah dicanangkan pada awal periode kepengurusan, Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Yaman bekerjasama dengan Forum Mahasiswa Indonesia Al Ahgaff (FORMIL) menyelenggarakan seminar ilmiah yang mengkaji soal ijma’

Seminar tersebut mendatangkan narasumber dosen Fakultas Syari’ah wal Qonun, Universitas Al Ahgaff, Ustadz Musthofa Hamid bin Smith, dengan makalah yang dipresentasikannya “Bahtsun fil Ijma’ wa Wuqu’ihi (Esensi dan Eksistensi Ijma’)” pada hari Ahad (11/07) lalu di aula Fakultas Syari’ah wal Qonun, Universitas Al Ahgaff.<>

Makalah yang membahas poin-poin penting dalam permasalahan ijma’, seperti dalil ijma’ dari Al Quran, sunnah dan logika, urgensi ijma’ dalam syariat Islam, klasifikasi ijma’ serta syarat-syaratnya, dan counter pendapat yang mengingkari adanya ijma’, disampaikan kepada peserta seminar yang terdiri tidak hanya dari pelajar Indonesia saja, bahkan juga dari pelajar Pakistan, Tanzania, Kenya, Nigeria dan Burkinafaso.

“Pendapat yang menafikan wujud ijma’ dengan berdalih pada hadist Mu’adz bin Jabal r.a. yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunan-nya, waktu Nabi SAW. mengutus Mu’adz ke negara Yaman sebagai Qodli. Nabi bertanya kepadanya, “Dengan apa engkau menghukumi suatu perkara yang diajukan padamu?’ Muadz menjawab bahwa ia akan menghukumi perkara tersebut dengan Al Quran, bila tidak ada dalam Al Quran maka dengan sunnah, bila tidak ada dalam sunnah maka dengan ijtihad.

Di hadist ini, hanya disebutkan Al Quran, sunnah dan ijtihad (qiyas) sebagai dalil dan tidak menyebut ijma’ sama sekali. Hal itu menunjukkan bahwa ijma’ tidak ada dan tidak bisa dijadikan dalil dalam agama.

“Pendapat itu sangat rapuh dan bisa dicounter dengan mudah, Muadz tidak menyebut ijma’ karena Nabi SAW. masih hidup, sedangkan ijma’ hanya terjadi setelah wafatnya Nabi SAW, seperti yang telah saya paparkan dalam definisi ijma’ tadi,” jelas Musthofa.

Setelah sesi presentasi makalah, para peserta diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar tema. Saking asyiknya, sesi tanya-jawab ini memakan waktu satu jam dengan majunya enam orang penanya.

“Bagaimana menjawab syubhah (sangkaan) madzhab Dzohiriyah yang mengatakan bahwa ijma’ hanya bisa terjadi pada masa sahabat saja? Karena setelah masa sahabat, para mujtahid tidak lagi terkumpul di satu tempat, bahkan terpencar-pencar ke negara yang berbeda-beda?” isykal seorang penanya.

“Tadi, Bapak menjelaskan akan adanya ijma’ dalam pengharaman pembuatan bayi tabung, jika sel telur diambil dari rahim perempuan ajnabiyah (bukan istri). Padahal, secara definitif, ijma’ hanya bisa terjadi dan dilakukan oleh para mujtahid. Pertanyaan saya, apakah para mujtahid sekarang masih ada?” tanya yang lainnya.

Musthofa menjawab pertanyaan bahwa ijma’ bisa saja terjadi di sembarang masa setelah wafatnya Nabi SAW. Karena untuk terjadi ijma’ tidak disyaratkan berkumpulnya para mujtahid di suatu tempat. Yang disyaratkan adalah kesepakatan pendapat mereka di suatu masa—di masa Imam Sya’fii, misalnya—dalam memberi hukum suatu masalah, walau pun mereka bertempat di negara yang berbeda-beda waktu menghukumi masalah tersebut.

Dan untuk pertanyaan kedua, ia menjawab, “Memang menurut mayoritas ulama, tidak ditemukan lagi seorang yang mencapai maqom ijtihad setelah abad ke empat Hijriyah. Akan tetapi, menurut madzhab Hambali, mujtahid itu selalu ada dalam setiap masa, tak terkecuali di masa sekarang kita ini. Dan saya mengatakan terjadi ijma’ dalam pengharaman pembuatan bayi tabung dengan kriterianya tadi, karena memang semua ulama masa sekarang sepakat (aklamasi) akan hal itu,” terangnya.

Ketua Tanfidziyah PCNU Yaman Muhammad Alam menjelaskan, seminar ini memilih tema ijma’ karena ijma’ merupakan salah satu dari dalil-dalil agama Islam yang disepakati faham ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja).

“Di samping itu saat ini sedang merebak faham anti madzhab di tanah air yang mengingkari wujud ijma’ dalam Islam. Jika ijma’ sudah diingkari, maka akan banyak hukum-hukum pokok dalam Islam akan diingkari juga. Karena keotentikan Al Quran sendiri itu ditetapkan melalui ijma’,” ungkapnya.

Seminar ini sendiri tidak dibatasi bagi warga NU saja agar manfaatnya bisa dirasakan lebih luas oleh komunitas intelektual di Yaman. (chv).