Warta

Pemerintah Wajib Patuhi MK Alokasikan 20 Persen Anggaran Pendidikan

Rab, 2 Mei 2007 | 12:32 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Idy Muzayyad mendesak pemerintah segera memenuhi alokasi pendidikan minimal sebesar 20 persen dari APBN (Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara). Anggaran tersebut diprioritaskan untuk peningkatan sarana belajar-mengajar, pemerataan pendidikan untuk semua secara gratis, paling tidak usia wajib belajar 9 tahun.

“Peringatan Hari Pendidikan nasional tahun ini harus menjadi momentum bagi kebangkitan pendidikan Indonesia dengan pemenuhan anggaran pendidikan sebesar minimal 20 persen dari APBN secara cepat,” ungkap Idy kepada wartawan di Jakarta, Rabu (2/5).

<>

Ia menambahkan, pemerintah seharusnya segera merespon Keputusann Mahkamah Konstitusi (MK) nomer 026/PUU-IV/2006 yang mengabulkan uji materiil atas Undang-undang Republik Indonesia Nomer 18  Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 terhadap Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, yang mewajibkan pemenuhan anggaran pendidikan minimal 20  persen dari APBN.

“Berdasarkan keputusan MK itu, pemerintah harus segera memenuhi anggaran minimal 20 persen dari APBN. Karena sesungguhnya keputusan itu sudah ada kekuatan hukumnya. Anggaran untuk pendidikan yang seharusnya 20 persen adalah merupakan amanat konstitusi,“ tegasnya.

Selain itu, IPNU juga mendesak pemerintah agar bekerja keras untuk memenuhi kekurangan anggaran pendidikan yang saat ini baru mencapai 11,8 persen (Rp 54 trilyun) dari APBN, artinya kurang 8,2 persen atau kurang lebih Rp 35 trilyunan. Caranya, pemenuhan anggaran sampai 20 persen itu bisa dilakukan melalui mekanisme APBNP.

“Mengenai sumbernya saat ini ada sekitar dana Rp 600 trilyun dari kasus BLBI yang dikemplang oleh konglomerat hitam. Dibandingkan dengan dana yang dikemplang sebesar Rp 600 trilyun, kekurangan angka itu sangatlah kecil. Tinggal bagaimana sekarang pemerintah melalui aparat penegak hukumnya segera bergerak cepat. Kalau mau, pasti ada cara untuk melakukan itu,” jelas Idy.

IPNU yakin keputusan MK tersebut akan merubah wajah buram pendidikan Indonesia secara lebih berarti ke arah yang lebih baik. Kenaikan anggaran pendidikan, lanjutnya, akan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pendidikan. ”Kami yakin dengan itu, pendidikan kita akan maju,” katanya.

Namun, IPNU berharap jika anggaran pendidikan minimal 20 persen itu benar-benar terpenuhi, jangan sampai tidak memenuhi sasaran. Karena itu, harus ada kontrol yang maksimal sehingga tidak ada anggaran pendidikan yang diselewengkan.

”Harus ada kontrol ketat dari publik. Jangan sampai dana yang besar itu dialokasikan untuk pos-pos yang tidak proporsional. Selain itu, kontrol publik terhadap penggunaan dana itu juga harus ketat,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Hery Haryanto Azumi mengatakan, pendidikan Indonesia telah terjebak ke sistem yang salah dan tanpa strategi yang jelas. Akibatnya, produk-produk pendidikan Indonesia hingga saat ini tidak mampu bersaing dengan hasil pendidikan negara-negara lain. ”Kita inginnya instan saja. Pendidikan kita tidak menerapkan sistem yang benar,” ungkapnya.

PMII juga menyoroti pendidikan Indonesia yang hanya bisa dinikmati oleh masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas saja. Padahal, sesuai dengan UU Sisdiknas, pendidikan harus bisa dinikmati semua lapisan masyarakat. “Pendidikan hanya dinikmati oleh orang kaya saja. Orang-orang miskin hanya mendapat pendidikan yang sangat rendah  kualitasnya,” jelasnya.

Lebih lanjut, Hery menyatakan, pendidikan seharusnya bersifat desentralistik dengan mensinergikan antara peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya alam. ”Kecenderung memusatkan kampus-kampus terbaik di Jawa juga harus digeser. Ini untuk mempercepat peningkatan kualitas SDM di daerah-daerah dan memperkuat ikatan kebangsaan,” katanya. (rif/amh)