Surabaya, NU Online
Rencana PWNU Jawa Timur untuk mengumpulkan para tokoh NU senior di wilayah kerjanya, berhasil dengan sukses. Meski tidak semua yang diundang bisa hadir, namun kehadiran sebagian besar dari mereka di Kantor PWNU pada Senin (23/7) siang membuat suasana pertemuan sudah benar-benar terasa seperti tempo doeloe.
H Masyhudi Muchtar, MBA, Sekretaris PWNU menyatakan, sebagian di antara mereka memang sudah minta ijin tidak bisa hadir. Ada yang karena kesehatan, ada yang karena undangan terlambat, ada pula yang karena transportasi.
<<>font face="Verdana">Dalam pertemuan yang diprakarsai oleh KH Abdul Muchith Muzadi dan KH Abdy Manaf (mantan Ketua PCNU Sidoarjo) serta difasilitasi PWNU itu, hadir sekitar 15 orang tokoh sepuh, yang rata-rata sudah berusia di atas 75 tahun. Di antara mereka adalah KH Hamid Rusdi, 81 th (Surabaya), H Zaini, 79 th (Nganjuk), KH Aziz Ja’far, 79 th (Surabaya), KH Amak Fadholi, 75 th (Lumajang), Abdurrahim Sidiq, 77 th (Blitar), h Ghufron Na’am, 79 th (Sidoarjo), KH Choiron Syakur, 67 th (Bangil), KH Jamaluddin Abdullah, 80 th (Nganjuk), Hamid Wilis (Trenggalek), dsb.
Dalam pertemuan yang dikemas sesantai mungkin itu KH Abdul Muchith didapuk sebagai pembawa acara. Setelah itu masing-masing diminta memperkenalkan diri, menyebutkan peran terakhir di NU, lalu memberikan saran-saran kepada pengurus NU saat ini. Pada saat itulah suasana terasa mengharukan, sebab banyak di antara mereka yang sudah tidak lancar lagi berbicara, namun semangat pengabdian masih tampak menyala pada diri mereka. Seperti yang diungkapkan oleh H Zaini dari Nganjuk,
“Meski sudah tidak menjadi pengurus NU lagi, namun saya selalu setia mendampingi teman-teman yang masih aktif di NU saat ini,” tutur salah seorang pendiri Banser itu. Tak lupa, tokoh sepuh itu mengajak seluruh hadirin untuk mendo’akan agar para pengurus NU saat ini diberikan kekuatan untuk mengemban amanat yang mereka pikul.
Ketika diberikan kesempatan untuk mengungkapkan kenangan dan pesan, masing-masing menceritakan peran mereka semasa mengabdi di NU tempo doeloe. Abdurrahim Sidiq asal Blitar misalnya, yang datang dengan mengenakan emblem tanda penghargaan dari GP Ansor, berkisah tentang Banser yang didirikannya. Begitu juga H Ghufron Na’am yang mantan anggota Hizbullah, menyebut kedua temannya yang sudah lebih dulu meninggal dunia, yaitu KH Yusuf Hasyim dan KH Hasyim Latief.
Walhasil, dalam pertemuan itu banyak masukan diberikan oleh para sesepuh NU tersebut. Di antaranya tentang pentingnya lailatul ijtima’, penyebaran buku-buku yang bernapaskan Ahlussunnah Waljamaah, mengajak kembali orang NU untuk kembali ke habitatnya, mengaktifkan kembali shalat ghaib untuk sesama warga NU, pentingnya persatuan umat secara umum, dsb.
“Shalat ghaib ini penting, sebab siapa tahu sepulang dari sini saya mati,” kata KH Hamid Rusdi, yang langsung disambut tawa yang lain. Mantan anggota Hizbullah itu mengaku, alasan dirinya masuk NU bukan hanya ingin selamat di dunia, tapi juga ingin diselamatkan hingga akhirat, dengan do’a dari sesama warga NU yang lain.
Dari ungkapan masing-masing terucap, mereka mengaku sangat berterima kasih dengan acara yang digagas oleh Mbah Muchith tersebut. Selain bisa kangen-kangenan dengan kawan lama, mereka juga mengaku senang bisa bersilaturahmi lagi dengan NU. Sebab, rata-rata sudah 10 hingga 15 tahun tidak pernah mendapatkan undangan dari NU.
Menjelang akhir pertemuan, Masyhudi menyimpulkan ada enam poin yang akan diperhatikan. Di antaranya, pertemuan semacam itu akan ditindaklanjuti lagi, diharapkan kondisi NU bisa seperti di jaman KH Hasyim Asy’ari lagi (Syuriah benar-benar ditaati), lailatul ijtima dan shaalt ghaib merupakan hal yang sangat strategis dan harus ditindaklanjuti, NU terus mengupayakan ukhuwah umat tanpa mengurangi prinsip yang sudah dipegang, dan NU yang sudah tampak besar di luar harus dibarengi dengan kualitas di dalam.
Dalam sambutan akhirnya, Mbah Muchith mengingatkan kembali pesan KH Achmad Sidiq tentang posisi NU yang ibarat kereta api, yang sudah jelas trayeknya. Bukan taksi, yang bisa dibawa kemana-mana sesuai selera penyewa. Tak lupa, Mbah Muchith menghadiahkan kepada mereka buku Solusi Problematika Umat yang berisi hasil-hasil muktamar NU dari periode awal hingga akhir, dan buku Mengenal NU kepada mereka. Tak lupa, mereka juga berdo’a, agar mereka nantinya bisa dalam kondisi khusnul khatimah, dan tetap NU. (sbh)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua