Warta

PJTKI: LUKI Tak Kompeten Menguji Kompetensi TKI

NU Online  ·  Ahad, 29 Juni 2003 | 09:33 WIB

Jakarta, NU Online
Kompetensi Lembaga Uji Kompetensi Independen (LUKI) yang melakukan pengujian kemampuan TKI sebelum ditempatkan ke luar negeri diragukan karena lembaga tersebut hanya "berlindung" di balik nama besar Universitas Indonesia.

Sekjen Badan Otonom Ikhlas DPP Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati), Rusdi Basalamah, di Jakarta, Minggu, mengatakan yayasan yang ditunjuk berdasarkan
surat keputusan Menakertrans No.081/2003 itu sebelumnya tidak dikenal di dunia pendidikan atau pengujian ketrampilan.

<>

BO Ikhlas adalah kumpulan perusahaan jasa TKI (PJTKI) yang mengkhususkan penempatan TKI ke Saudi Arabia.

Dalam SK itu, kata Rusdi, secara tegas pemerintah menunjuk Yayasan Lembaga Uji Kompetensi tersebut. "Kami mempertanyakan pengesahan tersebut padahal
eksistensi dan akuntabilitas yayasan tersebut memonopoli menguji kualitas TKI sangat diragukan,"katanya.

Dia juga menyatakan menjelang penunjukkan telah terjadi pemutarbalikkan fakta seakan-akan LUKI begian dari Universitas Indonesia. Yang ada LUKI meminta Fakultas Psikologi UI melakukan psikotes kepada calon TKI, sementara LUKI menguji hanya kemampuan bahasa calon TKI.

Tanpa bermaksud menimbulkan polemik baru, Rusdi mempertanyakan pernyataan Kepala Pusat Humas Depnakertrans Hotma Panjaitan kepada pers yang menyatakan LUKI tidak ada kaitannya dengan keluarga Menakertrans.

"Kami tidak pernah menyinggung itu, tetapi pernyataan Kapus Humas Depnakertrans membentuk persepsi publik atas isu tersebut," katanya.

Menurut dia, solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas TKI dengan mencari lembaga pengujian yang kompeten dan memiliki manajemen pengujian yang baik.

Dia juga menyaranakan Depnakertrans bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk memfungsikan dan melakukan standarisasi Balai Latihan Kerja (BLK) yang ada di daerah.  

Hal ini, kata Rusdi, sesuai dengan UU No.22/1999 tentang Otonomi Daerah. Tentang niat Menakertrans Jacob Nuwa Wea yang akan melakukan perbaikan kualitas penempatan TKI, Rusdi menyatakan semua PJTKI mendukungnya.

Peningkatan kualitas TKI merupakan sesuatu yang tak dapat dihindarkan lagi. Selama ini banyak sekali kasus yang mengorbankan TKI akibat pengetahuan mereka yang sangat minim, baik proses hukum jika mereka menghadapi masalah maupun kemampuan kerja mereka.

TKI yang berasal dari Indonesia cenderung memperoleh pekerjaan yang lebih rendah daripada pekerja dari negara lain seperti Filipina ataupun India. Kebanyakan mereka hanya menjadi pembantu, sopir, kuli atau pekerjaan kasar lainnya sedangkan tenaga kerja negara lain memperoleh pekerjaan yang lebih baik, seperti perawat, ataupun di sektor-sektor yang membutuhkan keahlian.

Jadi, upaya peningkatan kualitas TKI harus melibatkan seluruh sektor terkait agar output yang dihasilkan benar-benar layak sehingga kasus-kasus yang menimpa TKI dapat diminimalisir.(ant/mkf)