Warta SERBA-SERBI TANAH SUCI

Pohon Soekarno dan Surat Gus Dur (2)

Rab, 8 Desember 2010 | 19:14 WIB

Madinah, NU Online
Salah satu sekelompok masyarakat mengenali kelompok lainnya adalah dengan mengenali pemimpinnya. Seperti juga kita mengenal Iran dari wajah Keberanian Ahmadinejad dan Kewibawaan Ayatullah Ali Khomenei atau keteguhan Hugo Chaves memimpin Venezuela di tengah tekanan Amerika Serikat saat ini, maka salah satu cara orang-orang Arab mengenal Indonesia adalah dengan mengenali presidennya.

Tidak ada yang memungkiri dan membantah bahwa Presiden Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia memiliki nama yang sangat Harum di Indonesia. Selain dikenal sebagai pemimpin kaliber dunia yang kharismatik, orang-orang-orang Arab juga mengenal Soekarno dalam nama pohon. Yah pohon-pohon yang tumbuh di padang Arofah disebut oleh orang-orang Arab sebagai Pohon Soekarno. Di Indonesia, pohon ini dikenal dengan nama Mimba, Pohon Imbo, atau Pohon Imba. Pohon ini memiliki famili dekat di antaranya adalah pohon Mindi. Kedua tanaman itu memang memiliki kemampuan untuk hidup dan berkembang di tanah tandus yang kering.
<>
Arofah adalah daerah terbuka dan luas di sebelah timur luar kota suci umat Islam di Mekkah, Arab Saudi. Luas Padang Arofah sekitar 5,5 x 3,5 km, yang disekitarnya dikelilingi bukit-bukit batu. Pada awalnya, Padang Arofah merupakan hamparan tandus padang pasir datar yang ditingkahi batu padas. Di siang hari terbayangkan betapa panas dan teriknya di sana. Namun kini, Padang Arofah sudah begitu rindang dengan pepohonan yang tumbuh subur. Bahkan, hijaunya hampir merata di seluruh hamparannya.

Pada musim haji, di bawah pohon-pohon Soekarno itu dipasang tenda-tenda untuk penginapan sementara para jamaah. Tenda-tenda itu dipersiapkan menjelang acara wukuf yang dimulai pada 9 Dzulhijjah setelah shalat Zuhur. Puncak acara wukuf dipusatkan di Masjid Namirah yang terletak tepat di tengah-tengah Padang Arafah. Sekarang, suasana di sana pun tak begitu gersang dan terasa kesejukannya di bawah pohon rindang.

Berkembangnya tanaman Mimbo di tanah suci Makkah memang dipelopori oleh Presiden Soekarno saat mengunjungi Arab Saudi di zaman Raja Fahd. Sekarang, pohon Soekarno itu berkembang luas, bukan hanya di Kota Makkah tetapi juga sampai di Madinah, Jeddah, dan kota lain di Arab Saudi.

Bentuk pohonnya pun dibuat beraneka. Di Hudaibiyah, tempat bersejarah saat dulu Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian dengan orang-orang Quraish, pohon Soekarno dibiarkan tumbuh bercabang-cabang sehingga lingkungannya menjadi rindang. Hudaibiyah sekarang ditetapkan sebagai salah satu tempat miqat untuk ibadah umrah. Di halaman Museum Ka'bah, atau disekitar Masjid Aisyiah, Tan'im, dan di sepanjang jalan Kota Makkah, pohon Soekarno dipangkas berbentuk bulat, meruncing, atau lainnya sesuai selera.

Bangsa Indonesia bisa berbangga diri dengan adanya pohon Soekarno yang banyak dikenal oleh penduduk Arab Saudi itu. Di Indonesia sendiri kedua tanaman itu memiliki beberapa fungsi. Tanaman yang digunakan untuk penghijauan lahan kritis itu juga dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan dan kayu bakar. Daunnya bermanfaat untuk bahan baku pestisida organik dan sebagai obat bagi kesehatan. Fermentasi dari daun Mimba dan urin kambing/kelinci yang dipercepat dengan dekomposer-bio efektif dapat digunakan untuk pengendalian hama kutu daun pada cabe, tomat, kacang panjang, dan lainnya.

Konon, ada dua gagasan besar Presiden Soekarno di Arab Saudi waktu itu, yaitu penanaman pohon di Arafah dan pembuatan tiga jalur tempat sa'i. Agaknya, gagasan itu direspons oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Karenanya, kini tempat sa'i antara Bukit Safa dan Marwa terbagi menjadi tiga jalur. Jalur pertama adalah dari Bukit Safa ke Bukit Marwa. Jalur kedua adalah dari Bukit Marwa ke bukit Safa. Jalur ketiga berada ditengah-tengah antara jalur pertama dan kedua yang diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah uzur atau cacat fisik dengan menggunakan kursi roda.

Rata-rata orang Arab yang akan menjawab tidak suka jika dimintai pendapat mengenai Presiden Soeharto. Sementara itu, orang-orang Arab biasanya hanya mengenal Gus Dur sebagai presiden yang secara fisik kurang sempurna. “Masak Mas, mereka bilang bilang Gus Dur itu sambil membuat isyarat orang buta membawa tongkat? Sementara kalau ditanya tentang Soekarno mereka akan menunjuk-nunjuk pada pepohonan,” tutur salah seorang petugas perawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia Madinah asal Malang Jawa Timur yang sudah beberapa kali naik haji.

Orang-orang Arab kebanyakan (orang awam), bahkan lebih mengenal Megawati sebagai anak Presiden Soekarno, sang penanam pohon dibandingkan Gus Dur.  Tapi jangan pernah Anda menanyakan tentang presiden Habibi sembari berharap mereka akan menunjuk pesawat terbang. Itu tidak akan terjadi karena pemerintah Arab Saudi tidak membeli pesawat Indonesia.

Tentu saja bila kita bertanya kepada para pegawai negeri di lingkungan Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan mengenai Gus Dur, mereka akan segera menjawab dengan menghubungkannya kepada kenaikan gaji PNS tiga kali berturut-turut. Sementara itu para temus biasanya menyoroti masalah ribetnya urusan-urusan teknis haji yang sekarang lebih ribet dibandingkan pada zaman Gus Dur. “Wah kalau sekarang bener-bener rumit, terlalu banyak kepentingan dan campur tangan luar dalam semua urusan teknis haji,” tutur salah seorang temus yang sudah bertugas lebih dari lima belas tahun.

Oleh para TKI yang telah lama bermukim di Arab Saudi,  Gus Dur dianggap sebagai pemimpin yang memiliki kepedulian terhadap rakyatnya yang berada di negeri orang. Semasa Gus Dur menjadi presiden, perlakuan para majikan menjadi lebih baik kepada para TKI.

“Gus Dur memiliki berbagai keunggulan sewaktu memerintah. Gus Dur lebih tanggap terhadap nasib para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menghadapi persoalan hukum dan penganiyaan di Arab Saudi. Termasuk ketika Siti Zainab, TKI asal Madura, menghadapi ancaman hukuman mati. Gus Dur langsung menghubungi Raja Fahd di Arab, sehingga ditunda vonis hukuman matinya," ujar Kholish, salah seorang TKI asal Pekalongan Jawa Tengah yang kebetulan sedang berhaji.

Saya tidak bisa menghindari membincangkan massalah TKI karena kebetulan, waktu jamaah haji akan bertolak ke Arofah untuk wukuf, ada beberapa foto TKI korban penganiayaan majikan yang bocor dan sampai ke tangan teman-teman wartawan Media Center Haji yang kemudian menyebarkannya ke berbagai media massa. Akses publik atas foto-foto korban penganiayaan ini kemudian memunculkan reaksi keras di dalam negeri, termasuk kritik terhadap perjanjian kerja sama penempatan tenaga kerja.

Sehingga para kritikus pun kemudian membandingkan kinerja Pemerintah saat ini dalam menangani berbagai persoalan TKI dengan zaman ketika Gus Dur menjadi Presiden. Salah satu kritikus ini adalah Direktur Eksekutif Migrant Care, lembaga swadaya yang menangani pekerja Indonesia di luar negeri, Anis Hidayah, yang menilai diplomasi pemerintahan saat ini dalam melindungi pekerja masih lemah. “Dulu,  Presiden Abdurrahman Wahid menyurati Raja Fahd ketika ada pekerja Indonesia divonis hukuman mati di Saudi. Eksekusi pun ditunda," kata Anis, Sabtu, 20 November 2010. (bersambung)