Setelah Reformasi Banyak Ulama Dinilai Terlalu Keras
NU Online · Jumat, 1 Juni 2007 | 05:13 WIB
Cirebon, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengungkapkan, setelah reformasi, banyak ulama yang terlalu "keras" dalam bersikap dan dalam memberikan ceramah karena terbawa oleh nafas kekerasan yang terjadi di luar negeri, termasuk di Timur Tengah.
"Setelah reformasi banyak ulama yang terlalu `keras` karena mengikuti kekerasan luar negeri yang sebenarnya tidak cocok diterapkan di sini," kata Hasyim dalam ceramahnya pada Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) Pengurus Wilayah NU Jawa Barat, di Pondok Pesantren Kaplongan, Indramayu, Kamis (31/5) kemarin.
<>Ia menjelaskan, setiap ulama hendaknya mengerti keadaan jaman yang dihadapi dan melihat sosial ekonomi umatnya sehingga cara menggiring umat ke pemahaman yang benar tidaklah terlalu cepat juga tidak terlalu lambat.
Hasyim mengingatkan, NU yang dibawa ulama mempunyai tiga pendekatan dakwah yaitu, fiqh ahkam, yaitu pendekatan hukum halal dan haram, fiqh da`wah yaitu merangkul kaum yang berbeda paham, dan fiqh siyasah atau mengatur pola pemikiran Islam dalam sebuah negara.
"Jadi, kalau ada perbedaan jangan langsung dikatakan kafir, terus dimusuhi dan diserang, tetapi rangkul dengan pendekatan yang baik," katanya.
Mengapa dulu syiar Islam oleh para Walisongo lebih cepat mendapat hati di mata rakyat di Indonesia, tidak lain karena para wali memilih memenuhi kebutuhan masyarakat lebih dulu baru berbicara tentang tauhid dan Islam, katanya.
"Konsep ini yang akhirnya dipakai agama lain dan sudah mulai ditingalkan ulama Islam," katanya.
Karena itu menghadapi banyaknya angka kemiskinan yang merupakan bagian dari persoalan umat Islam di Indonesia, maka Hasyim meminta Mukerwil NU Jabar bisa membuat terobosan program bagaimana memberdayaan umat agar lepas dari jerat kemiskinan itu.
Hal senada dikatakan Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan. Mneurutnya, sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, NU diminta untuk berperan aktif mengentaskan kemiskinan melalui pendekatan utuh baik dari sisi makro maupun sisi etika dan moral kaum miskin.
Selama ini, menurut Gubernur, untuk memberdayakan masyarakat miskin hanya dilakukan pendekatan ekonomi makro seperti memberikan akses produksi yaitu modal, keterampilan informasi, dan akses pasar, dan hasilnya masih banyak kegagalan. (ant/din)
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
3
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
4
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
5
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
6
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
Terkini
Lihat Semua