Warta

Sistem Prsidensiil Indonesia Paling Aneh di Dunia

Sel, 15 Januari 2008 | 09:02 WIB

Jakarta, NU Online
Pakar Hukum Tatanegara, Prof Dr Mohammad Mahfud MD, mengatakan, sistem presidensiil di Indonesia merupakan sistem pemerintah yang paling aneh di dunia. Model sistem tersebut, katanya, merupakan satu-satunya di dunia ini.

“Kalau mau presidensiil murni, maka presiden tak punya hak legislasi. Tapi, kan di Indonesia punya. Jadi, ini yang mesti disempurnakan. Kalau mau parlementer, ya parlementer sekalian,” kata Mahfud yang anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa MPR RI itu, di Jakarta, Selasa (15/1).<>

FKB, ujarnya, menganggap amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 masih dibutuhkan. Hanya, amandemen itu harus dilakukan secara komprehensif. Alasannya, ada sejumlah pasal-pasal yang memerlukan penyempurnaan untuk pengelolaan ketatanegaraan yang lebih baik.

“Pada intinya, FKB mendukung perubahan amandemen terhadap UUD 1945. Namun, harus dilakukan secara komprehensif. Di samping itu, amandemen UUD 1945 sebaiknya dilakukan setelah Pemilu 2009 nanti,” jelas mantan Menteri Pertahanan di era pemerintah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.

Ia menambahkan, pihaknya sudah memiliki naskah akademik hasil kajian internal FKB sendiri soal amandemen tersebut. Perlunya amandemen itu karena adanya kebutuhan untuk pengeloaan negara secara baik, misalnya, ada beberapa pasal ketatanegaraan yang perlu penyempurnaan.

Secara terpisah, Pakar Hukum Dr Adnan Buyung Nasuiton mengusulkan perlu dibentuk komisi negara yang mengkaji secara khusus amandemen UUD 1945. Dengan demikian, perubahan dan perbaikan terhadap UUD 1945 hasil amandemen tidak menimbulkan persoalan baru.

Lebih jauh Adnan mengkhawatirkan jika perubahan UUD 1945 itu dilakukan secara parsial, atau bagian demi bagian dan tanpa melihat konteksnya secara luas atau tanpa dibarengi suatu konsep perubahan baru, justru akan menyisakan persoalan baru yang sarat dengan tumpang tindih.

Menurutnya, sampai saat ini, ada beberapa kelompok yang menolak hasil amandemen UUD 1945 dan menuntut kembali ke UUD 1945 yang asli.

“Keberatan itu, sebenarnya terkait dengan tiga hal, pertama-persoalan konsep negara (staatsidee) yang berkenaan dengan paham kedaulatan rakyat dan pemeritahan demokratis konstitusional. Kedua, persoalan dasar negara yang mencakup dasar negara Islam versus Pancasila yang dikhawatirkan adalah munculnya kekuatan yang memaksakan memasukkan Islam yang secara substantif menggeser Pancasila sebagai dasar negara. Dan, ketiga, soal kepentingan politik yang menyangkut pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dan tidak melalui forum MPR.

Yang jelas, kata Adnan, hasil amandemen ke empat UUD 1945 telah membawa perbaikan, di antaranya pembatasan masa kekuasaan presiden, adanya perlindungan hak asasi manusia dan jaminan kesejahteraan rakyat. (gpa/rif)