Warta SERBA-SERBI TANAH SUCI

Stasiun dan Masjid Anbariyah Peninggalan Turki Utsmani

Sab, 27 November 2010 | 05:43 WIB

Madinah, NU Online
Pada Masa Turki Utsmani berkuasa sebagai negara Adidaya dunia, mereka juga menguasai tanah Hijaz (kawasan Makkah-Madinah). Dan karena itu pula mereka jugalah yang bertanggungjawab atas kelancaran pelaksanaan haji. Tentu saja termasuk berhak meraup berbagai keuntungan dari perjalanan haji.

Karenanya, pada masanya, pemerintah Turki Utsmani pun berusaha memperbaiki berbagai fasilitas terkait perjalanan ibadah haji. Di mana kereta api adalah alat transportasi massal pertama yang dibangun untuk menghubungkan Hijaz dengan dunia luar yang lebih luas. Dan Pembangunan stasiun kereta beserta jalur relnya merupakan proyek dan prestasi besar dalam sejarah pembangunan kota Madinah al-Munawwaroh.
>  
Dalam catatan prasasti stasiun yang masih ada hingga saat ini, Sabtu (27/11), stasiun ini dibangun oleh Sultan Abdul Hamid II dari DInasti Utsmani untuk keperluan transportasi jamaah haji. Proyek ini menelan biaya sebesar 305 juta Lira Utsmani, saat ini Turki menggunakan mata uang yang disebut sebagai Lira Turki Baru (Yeni Turk Lirasi). Proyek ini selesai pada tahun 1900 M. di mana pada awalnya rel ini berawal dari Distrik Huran Syam/Syiria, namun kemuadian diperpanjang hingga Damaskus dengan rel sepanjang 1303 km. Proyek ini dapat mempercepat waktu perjalanan hingga hanya 5 hari dari sebelumnya jamaah harus berjalan selama 40 hari untuk sampai di Madinah al-Munawwaroh dari Damaskus.

Sementara itu Dinas Pariwisata kota Madinah al-Munawwaroh saat ini, mencatat bahwa Stasiun kereta dibangun pada tahun 1907 M. Kereta api pertama dari Damaskus, tiba di Madinah al-Munawwarroh pada tahun 1908. Rel ini merupakan awal persentuhan langsung tanah Suci dengan dunia luar dari sebelumnya yang hanya merupakan sebuah kawasan terpencil di tengah gurun dan hanya bisa dijangkau dengan onta.

Namun kereta ini berhenti beroperasi selama pemberontakan bangsa Arab dan Perang Dunia I. Beroperasi kembali, meski hanya sebentar, pada masa-masa kekuasaan al-Hasyimi untuk kemudian dihentikan lagi ketika Dinasti Ibnu Saud Berkuasa. Pada Masa ini perjalanan ibadah haji lebih dipercepat dengan pesawat terbang.

Sejalan dengan pembangunan Stasiun Kereta Api ini, pemerintah Turki utsmani juga membangun sebuah Masjid, tepat di depan pintu Stasiun. Masjid yang disebut sebagai Masjid al-Anbariyah ini hanya berjarak 40 meter dari pintu stasiun. Seperti halnya stasiun, Masjid ini memang berada di Distrik al-Anbariyah, kawasan yang disebut-sebut sebagai pintu masuk kota Madinah lama.

Namun pemerintah Arab Saudi tidak pernah membahas keberadaan Masjid ini dengan stasiun peninggalan Turki Utsmani tersebut. Pemerintah Arab Saudi hanya meletakkan sebuah prasasti nomor masjid pada dinding samping pintu masjid dengan stempel Kementerian Urusan Keagamaan Wakaf Dakwah dan Penerangan. 

Padahal, baik bangunan stasiun maupun Masjid, jelas-jelas menunjukkan ciri-ciri kesamaan. Keduanya sama-sama dibangun dari Hajar Habaas, batu padas berwarna hitam khas Madinah. Tembok-tembok asli berwarna hitam tanpa cat ini masih dapat kita saksikan hingga saat ini. Sedangkan lantainya terbuat dari Marmer putih. Kedua-duanya memang masih terawat dengan baik hingga saat ini.

Kini, kawasan stasiun digunakan sebagai museum yang memiliki koleksi beragam perlengkapan dan peralatan, baik peralatan perkereta-apian maupun lainnya. Seperti perlengkapan rumah tangga, perhiasan dan simbol-simbol kedinasan dari masa ke masa, serta karya-karya fotografi. (min/Laporan langsung Syaifullah Amin dari Arab Saudi)