Warta HASYIM CERAMAH DI NEW YORK

Toleransi Ditentukan Tingkat Pengetahuan Seseorang

Sel, 12 Februari 2008 | 23:16 WIB

New York, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan, toleransi atau sikap saling menghargai perbedaan merupakan hal penting dalam kehidupan berbangsa dan beragama. Namun, katanya, tak semua orang dapat menerapkan hal tersebut.

Ia menjelaskan, sikap toleransi terhadap sebuah perbedaan dapat ditentukan melalui tingkat ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang. Menurutnya, semakin tinggi atau semakin luas ilmu pengetahuan seseorang, maka tinggi pula tingkat toleransinya.<>

“Begitu juga sebaliknya. Kalau seseorang ilmu pengetahuannya sempit, maka tingkat toleransinya juga sempit,” ujar Hasyim dalam ceramahnya pada pengajian umum di Masjid Al-Hikmah, New York, Amerika Serikat, Jumat (8/2) lalu. Demikian dilaporkan Kontributor NU Online di New York, Joko Sumiyanto.

Dalam pengajian yang diikuti muslim Indonesia di negeri Paman Sam tersebut, Hasyim mengungkapkan keprihatinannya atas rendahnya tingkat toleransi sejumlah kalangan Islam. “Banyak orang Islam yang mengaku bahwa mereka lebih baik dari orang Islam lainnya,” tandasnya.

Bahkan, papar Presiden World Conference on Religions for Peace itu, ada sebuah kelompok muslim yang menganggap kelompok muslim lainnya kafir. Kecenderungan seperti itu, katanya, justru menunjukkan betapa rendah tingkat keilmuannya.

“Orang yang picik seperti ini biasanya lulusan ‘pesantren kilat’,” pungkas Hasyim yang juga Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars.

Namun demikian, ia menegaskan, toleransi dalam kehidupan beragama pun ada batasnya. Terhadap orang-orang yang ‘berkreasi’ atau mencoba mengubah pemahaman keagamaan yang sudah baku, maka harus ada ketegasan sikap.

“Kalau orang cenderung dholalah (sesat) karena kreatifitasnya dan alasan lain, sehingga mengotak-atik pemikiran di luar ‘pagar’ yang telah ditetapkan Allah dan pedoman Rasulullah, sudah seharusnya orang ini dipotong dari komunitas Islam,” tegasnya.

Jika tidak demikian, tambahnya, hal tersebut justru akan merusak semua komunitas Islam. “Keakhiran Rasulullah adalah mutlak, Allah tidak akan mengirim utusannya sesudah baginda agung Rasulullah Muhammad,” urainya. (rif)