Jakarta, NU Online
Pada masa kejayaan Pemerintah Orde Baru (Orba), para kiai tidak dihirau. Pemerintah memilih sendiri para penasehat agama dari kalangan intelektual kampus yang dianggap telah merepresentasikan pemahaman agama yang paling benar.
“Selama 30 tahun para ulama NU, para kiai ditinggalkan. Jangan heran kalau kemudian muncul pemahaman-pemahaman Islam yang radikal, keras, dan kaku,” kata Ketua PBNU KH. Said Aqil Siradj, di Jakarta, di sela-sela persiapan Munas Alim Ulama dan Konbes NU, Selasa (25/7).
<>Menurut Kang Said, panggilan akrab KH. Said Aqil Siradj, para kiai mempunyai hubungan fisik dan psikologis yang sangat dekat dengan masyarakat. Sementara para ahli agama yang dipilih oleh para birokrat Orba notabene hanya mengenal agama secara akademis dan tidak banyak bersingungan dengan realitas di tengah masyarakat.
“Jangan heran kalau kemudian muncul pemikiran Islam yang aneh-aneh. Ada yang keras. Ada yang terlalu liberal. Pokoknya kalau kiai NU ditingalkan ya begitu-itu,” kata Kang Said.
Munas Alim Ulama di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, 27 – 30 Juli nanti, adalah dalam rangka menggenjot kembali peran kiai yang sempat mengendur selama puluhan tahun itu. Munas akan membahas beberapa persoalan penting dalam kehidupan bernegara. Pada forum bahtsul masa’il (komisi) qonuniyah, para kiai akan mengkritisi beberapa peraturan perundang-undangang dan RUU.
Tak ada Kultural-Struktural
Munas Alim Ulama didahului dengan acara silaturrahmi antar kiai pesantren seluruh Indonesia, pada 27 Juli nanti, sebelum acara pembukaan Munas dan Konbes. Ketua Panitia Penyelenggara Munas Alim Ulama, KH. Ma’ruf Amin manyatakan, sedianya acara itu untuk mencairkan kembali istilah kiai struktural dan kiai kultural yang muncul pada pemilu dan pilpres 2004 lalu.
“Itu nggak bener istilah itu. Itu malah mememecah-belah kita. Saya tidak tahu itu istilah dari mana,” kata Kiai Ma’ruf Amin.
Ditambahkan Rais Syuriah PBNU itu, pada masa Orba muncul juga tipologi Islam modern dan tradisional. Dampaknya menyudutkan umat Islam yang dipimpin oleh para kiai pesantren sebagai kelompok Islam pedesaan yang kolot dan tidak maju.
“Saya tidak pernah memakai istilah itu. Itu sudah membuat stereotipe. Kalau memang ada pengelompokan-pengelompokan begitu, saya lebih suka modernis dan pesantren saja, kita lihat yang lebih bagus mana,” kata Kiai Ma’ruf. (nam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
4
Khutbah Jumat: Jangan Bawa Tujuan Duniawi ke Tanah Suci
5
Khutbah Jumat: Merajut Kebersamaan dengan Semangat Gotong Royong
6
Buka Workshop Jurnalistik Filantropi, Savic Ali Ajak Jurnalis Muda Teladani KH Mahfudz Siddiq
Terkini
Lihat Semua