Warta

Wahid Institute: Penangkapan Al-Qiyadah Tindakan Kriminal

Kam, 1 November 2007 | 09:22 WIB

Jakarta, NU Online
Penangkapan anggota Al-Qiyadah Al-Islamiyah oleh Markas Besar Polri dan Kepolisian Daerah Metro Jaya dinilai sebagai bentuk tindakan kriminal atas hak kebebasan beragama. Tindakan itu juga dinilai bahwa negara tidak netral dan tidak adil dalam masalah keagamaan atau kepercayaan.

"Masalah ini merupakan sebuah bentuk kriminalisasi atas hak untuk melaksanakan kebebasan beragama dan kepercayaan," kata Aktivis dan Peneliti dari The Wahid Institute, Abdul Moqsith Ghazali, di Kantor The Wahid Institute, Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta, Kamis (1/11)<>

Bersama sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Beragama dan Kepercayaan, Moqsith menilai, penangkapan itu juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 18 Undang-undang (UU) 12/2005 tentang Ratifikasi Konvenan Hak Sipil dan Politik.

Dalam UU tersebut, katanya, diakui hak atas kebebasan beragama atau kepercayaan. Dalam pasal itu, lanjutnya, sudah jelas bahwa sikap pemerintah atau aparat penegak hukum harus netral dalam masalah keagamaan. Dia juga meminta judicial review dalam pasal 156 KUHP tentang penodaan agama karena bertentangan dengan konstitusi.

"Saat ini Islam memang menjadi mayoritas. Tapi bukan berarti dengan menggunakan pasal tersebut mendiskreditkan kaum minoritas seperti aliran Al-Qiyadah," ujar Moqsith yang juga Kepala Madrasah Ushul Fiqh Progressif The Wahid Institute.

Pendapat senada diungkapkan Uli Parulian Sihombing dari Indonesia Legal Resource Center. Ia menyayangkan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa bahwa Al-Qiyadah Al-Islamiyah pimpinan ā€˜Rasulā€™ Ahmad Moshaddeq itu adalah aliran sesat.

"Itu tidak dalam kapasitas MUI. Kecuali bila Indonesia diubah menjadi negara Islam. Jadi, fatwa MUI itu tidak bisa menjadi acuan," ujar yang juga hadir pada konferensi pers tersebut.

Karena itu, menurut Saur Siagian, Tim Pembela Kebebasan Beragama, pihaknya menuntut negara bersikap netral dan adil. ā€œSerta menghentikan kriminalisasi, khususnya penggunaan pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan agama di dalam kasus Al-Qiyadah Al Islamiyah," tegasnya.

Menurut Saur, keputusan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) Kejati DKI Jakarta yang menyatakan Al-Qiyadah adalah aliran sesat merupakan penegasan, negara tidak netral dan tidak adil dalam masalah keagamaan. (rif)