Wawancara

Habib Muhsin: Allah Tidak Shalat, Tapi Bershalawat

Jum, 21 Oktober 2016 | 05:04 WIB

PBNU telah mengintruksikan kepada Nahdliyin melalui struktur NU sampai ke tingkat ranting dari Aceh sampai Papua untuk membacakan Shalawat Nariyah. Intruksi tersebut disampaikan pula kepada pesantren, masjid, dan majelis ta’lim yang terkoordinasi dengan NU. Juga warga NU yang ada di luar negeri.  

PBNU menargetkan pembacaan Shalawat Nariyah pada Jumat, 21 Oktober ini mencapai 1 miliar shalawat. Indonesia akan dibanjiri shalawat tersebut malam ini.

Sebetulnya, apa manfaat membaca shalawat Nariyah dan bagaimana kedudukannya di dalam ajaran Islam?  Abdullah Alawi dari NU mewawancarai Pengasuh Majelis Ta’lim Al-Hikam Cinta Indonesia Kota Manado, Sulawaesi Utara Habib Muhsin Bilfaqih melalui surat elektronik pada 6 Oktober lalu. Berikut petikannya:  

Menurut Habib, apa faidah membaca Shalawat Nariyah bagi pembaca khususnya, bagi bangsa indonesia umumnya?

"MasyaAllah, Shalawat Nariyah adalah salah satu dari shalawat terbesar, dimana shalawat ini, tidak luput diamalkan oleh para auliya dan ulama sedunia. Jangan heran jika Shalawat Nariyah menjadi bagian amaliyah yangtak terpisahkan bagi hampir seluruh pesantren dan majlis-majelsi ta'lim khusus di Indonesia, Brunei dan Malaysia.

Adapun faidahnya akan menambah kasih sayang Allah dan rasul-Nya. Amaliyahnya kabul tergantung niatnya. Jika diamalkan oleh satu majelis, akan mengamankan satu kota itu. Rizki dan rahmat akan diturunkan Allah. Dijauhkan dari bala bencana, dan menghancurkan berbagai kemaksiatan....Dan masih banyak lagi manfaat bertaburan yang tak mesti saya perincikan.

Perlu saya tambahkan bahwa kandungan dasar dari seluruh ibadah (baik ibadah mahdah maupun mu'amalah) semua bersumber dari shalawat.

Penjelasannya bagaimana bahwa ibadah mahdah maupun muamalah bersumber dari shalawat itu?

Saya katakan bahwa seluruh ibadah baik mahdah mauphn mu'amalah bersumber dari shalawat, adalah jika berangkat dari pengertian bahwa shalawat sebagai sumpah dan baiat hamba kepadaKhaliq (Allah, red.) untuk mempraktekkan kesetiannya kepada perintah dan larangan Allah melalui Nabi Muhammad SAW.

Artinya, ketika kita menyatakan shalawat dengan kalimat  "Allahumma shalli alaa sayidina Muhammad wa 'alaa ali sayyidana Muhammad, ini membawa pengertian untuk mentaati ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad....

Nah, di sini jelas bahwa taat pada ajaran Nabi Muhammad dapat diterje-mahkan bahwa seluruh ibadah, baik mahdah maupun sunat, sepanjang itu ajaran Allah via Nabi Muhammad, maka kita wajib laksanakan.

Itulah sebabnya, shalawat adalah tolok ukur utama serta faktor pertama yang merupakan dasar dan fondasi dalam rangka menunjukkan sikap bakti kita kepada Rasulullah SAW.

Tidak ada ayat satu pun dalam Al-Qur'an yg menyuruh kita shalat dengan asumsi karena Allah juga shalat. Tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur'an yang mememerintah kita untuk berzakat dengan alasan karena Allah juga berzakat.

Bahkan semua kwajiban dalam hal-hal yang sifatnya fardhu, tidak ada satu ayat pun yang mengatakan bahwa Allah sudah mempraktekkannya. Tetapi hanya ada satu-satunya ayat, ketika Allah menyuruh kita melaksanakannya, maka justru Allah telah duluan melakukannya. Dan ibadah itu adalah shalawat...

"Innallaha wa malaikatahu yushalluna alan Nabi,....Ya Ayyuhallazina amanuu shallu alaihi wa sallimu taslima....

Terus bagaimana kita menghadapi orang yang membid'ahkan shalawat?

Komunitas yang membid'ahkan shalawat, adalah tindakan tidak berakhlak kepada Rasulullah. Komunitas ini memandang bahwa orang yang bershalawat dimaknai dengan ungkapan berlebihan dalam hal puji-pujia terhadap Nabi.

Sementara kita berpikir bahwa salah satu bentuk ungkapan rasa hormat dan gembira kita, baik atas lahirnya Nabi maupun dalam hal statusnya yang mulia itu...

Kemudian, seperti yang sudah saya ungkap, bahwa shalawat itu adalah bagian dari baiat dan janji kita kepada Allah untuk melaksanakan apa-apa yang di perintahkan oleh Rasulullah Saw....

Jadi bagi saya, untuk menjawab ini hanya ada satu kalimat: walana a'maluna, walakum a'malukum. Kami, dengan amaliyah kami, silakan kalian, dengan amaliah kamu dengan cara kamu.