Wawancara

Imlek di Mata Banser Keturunan Tionghoa

Rab, 6 Februari 2019 | 13:30 WIB

Imlek di Mata Banser Keturunan Tionghoa

Arnold Ong, Banser Banyumas Keturunan Tionghoa

Selasa, 5 Februari 2019 kemarin, etnis Tionghoa di berbagai belahan dunia ramai-ramai memperingati Tahun Baru Imlek. Begitu juga etnis Tionghoa di Indonesia. mereka merayakan peringatan Tahun Baru Imlek dengan penuh suka cita dengan berbagai acara yang meriah. 

Namun, di setiap jelang peringatan Hari Raya Imlek berlangsung, tak jarang muncul polemik di tengah-tengah masyarakat terkait dengan hukum mengucapan Selamat Hari Raya Imlek bagi umat muslim yang menurut sebagian orang bisa mengancam akidah.  

Mengenai hal itu, Rabu (6/2) siang Kontributor NU Online Kifayatul Ahyar berhasil mewawancarai salah satu anggota Banser Banyumas berdarah Tionghoa yang juga seorang mualaf bernama Arnold Ong. Berikut hasil wawancara tersebut.

Terkait dengan polemik ucapan Selamat Imlek, bagaimana pendapat anda sebagai seorang keturunan Tionghoa? 

Saya justru khawatir, karena masih banyak orang yang salah kaprah memahami perayaan Imlek.

Khawatir, salah kaprah, maksudnya? 

Perlu diketahui bersama bahwa sebetulnya perayaan Imlek ini tidak terkait secara langsung dengan suatu agama tertentu, akan tetapi merupakan adat istiadat atau budaya dari etnis Tionghoa di seluruh dunia dalam merayakan Tahun Baru penanggalan Tiongkok. 

Berarti bukan sebuah ritual agama?

Jadi begini, layaknya sebagaimana kita memandang budaya dalam Islam, khususnya di kalangan NU. Hal yang perlu dilakukan menurut saya adalah menghargai adat dan budaya yang ada. Namun kita tetap harus cermat dalam memilah mana yang perlu kita jalankan atau tidak.

Apakah sekarang anda masih ikut merayakan Imlek? 

Keluarga saya walaupun keturunan Tionghoa memang sudah sejak saya kecil mengalami asimilasi budaya sehingga tidak terlalu kental menjalankan budaya-budaya Tionghoa seperti Imlek ini. Tapi saya tetap terima angpaow. Walau generasi di atas saya, saat saya kecil masih terbilang cukup kental menjalankan tradisi, tapi itu terputus di generasi orang tua saya.

Menurut anda, apa nilai positif dari perayaan Imlek? 

Salah satu tradisi dalam merayakan Imlek yang sangat positif adalah silaturahmi. Layaknya yang biasa umat Islam jalankan di saat Hari Raya Lebaran. Dalam perayaan Imlek kami akan berkumpul mengunjungi sanak saudara yang lebih dituakan, mengadakan jamuan makan dan sebagainya.

Ini penting untuk tetap dilakukan karena walaupun seandainya ada perbedaan agama kita harus tetap menjalin ikatan persaudaraan dengan segenap keluarga besar.

Sekarang anda seorang mualaf, bagaimana memang perayaan Imlek ini? 

Sederhana saja. Bagi saya perayaan Imlek adalah perayaan tahun baru untuk berkumpul dengan keluarga, sebagai ajang silaturahmi dengan keluarga seperti layaknya saat Idul Fitri.

Jika menurut anda begitu, kenapa ada orang yang merasa resah dengan perayaan Imlek? 

Kalo ada yang masih mendebatkan soal Imlek? Sini saya kasih angpaow he..he..he.