Wawancara

Santri Kreatif, Meracik Limbah Cangkang Telor dan Merang Jadi Kaligrafi

Kam, 28 Februari 2019 | 14:30 WIB

Berbagai macam karya kaligrafi biasanya berupa lukisan. Namun, yang dilakukan santri asal Pangandartan, Jawa Barat, Luqmanul Hakim (28) berbeda. Santri yang sejak kecil menggeluti seni kaligrafi ini meracik limbah berupa cangkang telor dan merang (padi kosong, gabuk) menjadi karya seni kaligrafi yang menawan.

Ia mengaku bahwa karya seni yang disebutnya bernama kolase tersebut banyak dikembangkan di sejumlah daerah dengan berbagai macam bahan seperti serbuk kayu, pecahan kaca, dan cangkang telor.

Namun, untuk karya kolase berbahan padi gabuk ia memastikan baru pertama kali dikembangkan di Pangandaran yang dilakukannya sendiri. Inovasi tersebut ia dapatkan ketika limbah padi gabuk dalam jumlah melimpah tidak dimanfaatkan.

Lalu, dengan terobosannya itu, ia malah mampu menjadikan padi kosong mejadi ‘berisi’. Bahkan bisa menarik pendapatan lebih dari padi berisi itu sendiri.

Ia berbagai pengalaman menariknya dengan NU Online, Kamis (28/2) di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat di sela-sela ia menunggu stannya. Berikut wawancara Jurnalis NU Online Fathoni Ahmad dengan santri kreatif Luqmanul Hakim:

Karya kaligrafi kreasi Anda dinamakan jenis kaligrafi apa?

Yang jelas ini bukan lukisan, tetapi kolase. Karena terbuat dari bahan-bahan dengan teknik ditempel. Namun, kualitasnya tidak kalah dengan teknik lukis.

Bagaimana inspirasi awal Anda untuk mengembangkan karya kaligrafi ini?

Teknik kolase banyak dikembangkan dari berbagai macam jenis bahan. Cangkang telor sudah ada yang mengembangkan, namun untuk bahan padi kosong, merang atau gabuk belum ada yang mengembangkan sehingga menarik saya untuk mengkreasinya.

Sejak kecil memang saya senang menulis Arab. Sehingga familiar dengan karya kaligrafi. Ide awal muncul pada tahun 2010. Tetapi baru bisa saya kembangkan pada tahun 2015 lalu hingga sekarang.

Mengapa memadukan cangkang telor dan padi gabuk?

Ini memang karya mix, campuran. Saya berusaha mengintegrasikan atau menyatukan dua bahan agar tercipta karya seni yang menarik.

Kami juga memandang bahwa pemanfaatan limbah berupa cangkang telor dan padi gabuk perlu dilakukan agar mengurangi polusi lingkungan. Lingkungan tetap bersih, kita juga bisa meraup berkah dengan kreasi kita.

Kami banyak mendapatkan bahan-bahan tersebut dari pedagang martabak telor. untuk padi kosong, kami memperolehnya dari petani di sawah dan sisa jemuran padi. Kulit padi yang sudah pecah tidak bisa digunakan. Sebab itu tempat penggilingan padi bukan tujukan kami untuk mencari bahan.

Bisa diceritakan teknik membuat karya kaligrafi berbentuk kolase ini?

Cukup mudah, kita mengumpulkan bahan cangkang telor dan padi gabuk kemudian siapkan bahan-bahan seperti kayu untuk frame, cat pernis atau plitur, dan lem.

Lalu merangkai mereka sesuai rancangan kaligrafi yang hendak kita bikin. Yang paling penting dalam membuat karya ini ialah kesabaran dan keuletan. Tentu saja harus memahami ilmu khot atau ilmu tulis-menulis kaligrafi.

Satu frame kaligrafi bisa menghabiskan berapa lama untuk menyelesaikan?

Untuk ukuran kecil cukup hanya sekitar lima hari. Sedangkan kaligrafi ukuran besar bisa mencapai 10 hingga 15 hari.

Kalau sedang banyak pesanan, saya sering mengajak santri dan pemuda lokal untuk bergiat membantu sambil belajar membuat karya kaligrafi.

Untuk harga paling murah berapa, paling mahal berapa?

Sesuai ukuran, kalau yang ukuran kecil hanya Rp 300.000, sedangkan yang ukuran besar bisa mencapai Rp 5.000.000.

Untuk promosi produk seperti apa?

Selain pelanggan memesan langsung, kami berusaha membuka stan dari kegiatan ke kegiatan, dari pameran ke pameran.

Pernah juga mencoba promosi lewat online, tetapi sebagian besar ingin datang langsung dan melihat. (*)