Internasional

Salman Rushdie Ditikam, Berikut Riwayat Kelam Ayat-ayat Setannya

Sabtu, 13 Agustus 2022 | 17:30 WIB

Salman Rushdie Ditikam, Berikut Riwayat Kelam Ayat-ayat Setannya

Salman Rushdie Penulis buku Ayat-ayat Setan (The Satanic Verses). (Foto: AFP)

Jakarta, NU Online

Panggung Chautauqua Institution menjadi saksi bisu penikaman yang dilakukan oleh Hadi Matar (24) kepada penulis buku Salman Rushdie (75) pada Jumat (12/8/2022). Pemuda yang diketahui berasal dari New Jersey itu menusuk Salman Rusdhie di bagian perut, lengan, leher, dan mata. Penulis buku Ayat-ayat Setan (The Satanic Verses) yang sangat kontroversial itu seketika tersungkur tidak berdaya.


Peristiwa mencekam yang menyebabkan Salman Rushdie terancam kehilangan satu mata itu bisa dikatakan sebagai klimaks dari percobaan pembunuhannya selama 30 tahun. Ancaman pembunuhan dirinya selama ini tidak terlepas dari buku yang ditulisnya pada tahun 1988, Ayat-ayat Setan.


"Salman kemungkinan akan kehilangan satu matanya; saraf di lengannya terputus, dan hatinya tertusuk dan rusak," kata agennya, Andrew Wylie dikutip dari kantor berita AFP, seraya menambahkan bahwa Rushdie saat ini tidak dapat berbicara.


Polisi setempat langsung menahan pelaku setelah berhasil melumpuhkannya di panggung. Polisi belum mengonfirmasi motif Hadi Matar menikam penulis kelahiran Bombay, India itu. Menurut saksi mata, Rushdie ditikam berkali-kali oleh orang bertopeng ketika novelis itu akan memberikan ceramah.


Kejadian tersebut mengingatkan publik atas berbagai peristiwa kelam yang disebabkan novel Ayat-ayat Setan. Rushdie menjadi sorotan dunia karena karyanya yang dianggap kontroversial. Ayat-Ayat Setan, buku yang dianggap tak menghormati Nabi Muhammad.


Buku tersebut berisi soal kejadian di mana Nabi Muhammad telah keliru mengira ayat-ayat yang dibisikkan setan sebagai wahyu. Hal lain yang dianggap penghujatan adalah karakter dua perempuan penghibur dalam buku itu dinamai sesuai dengan nama istri-istri Nabi Muhammad.


Akibat berbagai ancaman terhadap nyawanya, Rushdie terpaksa bersembunyi dan pemerintah Inggris menempatkannya di bawah perlindungan polisi. Sejak usia 14 tahun, ia memang sudah dikirim ke Inggris, memperoleh gelar sarjana bidang sejarah dari Kings College, Cambridge. Dari pengembaraan ilmunya itu, ia menjadi warga negara Inggris.


Nyawa Rusdhie semakin terancam ketika novel Ayat-ayat Setan itu mengundang reaksi pemimpin spiritual Iran, Ayatullah Ruhollah Khomeini. Ia pernah mengeluarkan fatwa yang menyerukan pembunuhan Rushdie pada tahun 1989, satu tahun setelah novel diterbitkan.


Pada bulan Februari 1989, sejumlah orang meninggal dalam kerusuhan anti-Rushdie. Di Teheran, Kedutaan Inggris dilempari batu. Di Inggris sendiri, sejumlah pemuka Muslim mendesak warga menahan diri sementara yang lainnya mendukung Ayatullah. Amerika Serikat, Prancis dan negara-negara Barat lain mengecam ancaman hukuman mati itu.


Di tengah dampak kontroversinya bagi warga dunia, Ayat-ayat Setan justru dipuji oleh sejumlah pihak dan memenangkan penghargaan Whitbread. Namun sejurus itu, kecaman terhadap buku tersebut semakin meningkat dan menimbulkan berbagai protes di jalan-jalan dua bulan setelah penerbitan.


Meskipun India adalah negara kelahirannya, namun negeri Bollywood itu adalah negara pertama yang melarang novel tersebut, kemudian diikuti dengan Pakistan dan berbagai negara Muslim lain.

 

Rushdie sendiri berasal dari keluarga Muslim namun kemudian menyebut dirinya "ateis garis keras". Dalam kariernya selama lima dekade, ia banyak mendapat ancaman pembunuhan karena novel-novelnya.


Peristiwa kelam yang disebabkan oleh Ayat-ayat Setan tidak hanya mengarah kepada Rushdie, tetapi juga tokoh-tokoh yang menerjemahkan buku tersebut. Dalam persembunyiannya, Rushdie sendiri merasa menyesal karena telah menimbulkan kemarahan dan kerusuhan di mana-mana. Namun penyesalannya tidak membuat Ayatullah bergeming. Ayatullah tetap menyerukan kematian terhadap dirinya.


Penerjemah Ayat-Ayat Setan dalam bahasa Jepang ditemukan meninggal di universitasnya pada Juli 1991. Polisi mengatakan penerjemah Hitoshi Igarashi, yang bekerja sebagai asisten profesor perbandingan budaya, ditusuk beberapa kali di luar kantornya di Universitas Tsukuba.


Pada bulan yang sama, penerjemah Italia, Ettore Capriolo, ditikam di apartemennya di Milan, namun selamat. Pada akhirnya, fatwa hukuman mati terhadap Rushdie dihentikan secara resmi oleh Iran pada 1998.


Setelah mengalami penusukan, Salman Rushdie diterbangkan memakai helikopter ke rumah sakit di Erie, Pennsylvania untuk menjalani operasi darurat. Saat ini ia memakai ventilator atau alat bantu pernapasan. Hingga berita ini ditulis, Salman Rushdie masih dalam kondisi kritis.


Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muhammad Faizin