Gagasan Pembaruan KH Wahid Hasyim dalam Pendidikan Pesantren
Senin, 20 April 2020 | 02:45 WIB

“Jadi menurut saya yang paling penting kalau kita mau meneladani Kiai Wahid Hasyim itu adalah meneladani cara berpikir beliau. Jadi bukan hanya buah pikirannya.”
“Kalau orang selama ini menyebut Gus Dur sebagai tokoh yang progresif bahkan ada yang menyebut Gus Dur sebagai liberal, maka Kiai Wahid Hasyim itu jauh lebih progresif daripada Gus Dur,” ujarnya.
Alissa menjelaskan bahwa saat usia sekitar 20-an tahun kakeknya sudah memperkenalkan dan menerapkan cara baru dalam mengembangkan Pondok Pesantren Tebuireng. Prinsip al-muhafazhatu ‘alal qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik, itu betul-betul dihidupkan olehnya.
“Itu sudah benar-benar beliau lakukan di Tebuireng dengan mengintrodusir pembelajaran ilmu-ilmu umum bukan agama saja, belajar bahasa asing yang membuat seseorang bisa mempelajari ilmu beda-beda dari kultur berbeda-beda,” katanya.
Tak ayal, bagi Alissa Kiai Wahid Hasyim adalah sosok yang sangat progresif mengingat usianya yang masih begitu muda, tetapi pergerakan dan pemikirannya sudah sedemikian rupa membuat transformasi di pesantren.
“Jadi merangkul modernitas ataupun hal berbeda yang baik dari benda-benda atau area yang menurut kita asing itu beliau sudah melakukan pada umur 20-an, sementara Gus Dur berkiprah di NU itu baru mulai usia beliau 30-an,” ucap Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu.
Progresivitas Kiai Wahid juga tampak dari pemikiran dan kebijakannya yang jauh melampaui zamannya. Ia mendorong pendidikan untuk perempuan hingga pengakuan terhadap hakim agama perempuan.
Di Amerika saja, jelas Alissa, yang dianggap sebagai tanah progresivitas gender, misalnya, gerakan pemikiran itu belum sampai di sana. Sebab saat itu, Negeri Paman Sam masih bergelut dengan diskriminasi rasial, apalagi gender. Tetapi, Kiai Wahid Hasyim justru sudah bergerak dengan falsafah itu.
Oleh karena itu, Kiai Wahid Hasyim dapat diteladani dengan mengikuti metode berpikirnya yang sangat progresif tersebut, bukan sekadar hasil pemikirannya. “Jadi menurut saya yang paling penting kalau kita mau meneladani Kiai Wahid Hasyim itu adalah meneladani cara berpikir beliau. Jadi bukan hanya buah pikirannya,” ujarnya.
Hal demikian, menurutnya, sangat penting untuk dapat memahami putra Hadlratussyekh KH Hasyim Asy’ari tersebut. Kalau tidak, kita hanya akan terjebak pada hal yang bersifat periferal. “Mirip-mirip banyak orang yang meneladani Gus Dur hanya dari nyelenehnya. Padahal bukan itu,” ujar Sekretaris Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKK PBNU) itu.
Melengkapi pemaparan Alissa, Ketua PBNU H Imam Aziz menjelaskan bahwa Kiai Wahid merupakan sosok yang progresif dalam bidang politik karena keberhasilannya dalam memainkan peran saat menuntaskan masa transisi awal, yakni pada masa penjajahan Belanda menuju kemerdekaan.
“Transisi pertama itu ketika dari masa penjajahan Belanda menuju kemerdekaan itu diselesaikan dengan cantik oleh Kiai Wahid,” ujar H Imam Aziz.
Sebagai salah satu figur pemeran di masa transisi itu, jelasnya, Kiai Wahid Hasyim memang menunjukkan kapasitas yang luar biasa saat bangsa ini belum menemukan jati dirinya untuk kembali ke masa lalu dengan membentuk kerajaan atau justru membentu suatu negara bangsa.
Tidak ada angan-angan kolektif pada masa itu, yang ada hanyalah kolektif lama. Artinya, bangsa Indonesia sebagai masyarakat plural tidak pernah ada. Yang ada hanyalah kerajaan atau khilafah yang semuanya bersifat monolitik.
Namun pada faktanya, Indonesia sangat beragam dan bisa diselesaikan oleh Kiai Wahid Hasyim dan NU. Sementara di sisi lain, banyak kelompok Islam yang gagal seperti Kartosuwiryo. “Itu satu poin menjadi titik balik luar biasa tidak hanya di sisi politiknya tetapi juga dari sisi pemikiran keislaman dan sekarang juga belum terumuskan dengan baik,” ujar Imam Aziz itu.
Hal tersebut, menurutnya, merupakan tantangan ulama muda NU saat ini mengingat bentuknya dalam fiqih siyasah tergolong baru. “Dari sisi itu Kiai Wahid memerankan peran cukup krusial,” pungkasnya.
Kegiatan dengan tema Teladan Kiai Wahid Menggalang Solidaritas Bangsa ini dipandu oleh Founder Alif.Id Hamzah Sahal dan menghadirkan sejarawan NU Iip D Yahya.
Pewarta: Syakir NF