Nasional

Mengenang KH Wahid Hasyim yang Mengantar Pulang Lawan Politiknya

Sen, 20 April 2020 | 00:00 WIB

Mengenang KH Wahid Hasyim yang Mengantar Pulang Lawan Politiknya

Dari balkon, ia melihat salah seorang anggota DPR itu habis-habisan mencecar sang suami terhadap kebijakannya sebagai Menteri Agama.

Jakarta, NU Online
Saat bertugas sebagai Menteri Agama, KH Abdul Wahid Hasyim pernah terlibat perdebatan sengit dengan salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Masyumi. Alissa Wahid menceritakan hal tersebut saat Webinar Haul Ke-67 KH Abdul Wahid Hasyim pada Ahad (19/4).

Cerita tersebut didapatkan dari pamannya, dr Umar Wahid yang mendengar langsung ibunya menceritakan peristiwa tersebut. Sementara, Nyai Solichah melihat langsung suaminya beradu pendapat dengan orang tersebut.

Dari balkon, ia melihat salah seorang anggota DPR itu habis-habisan mencecar sang suami terhadap kebijakannya sebagai Menteri Agama. Tentu saja, Nyai Solichah yang tidak lain adalah putri KH Bisri Syansuri (Rais Aam PBNU 1971-1981) kesal bukan kepalang melihat suaminya diperlakukan seperti itu.

Namun, saat melenggang pulang, Kiai Wahid justru menawari mobilnya untuk turut ditumpangi oleh anggota dewan yang mencecarnya tersebut. Ia mengantar pulang hingga betul-betul sampai ke depan rumahnya.

Setelah mengantarkan pulang politisi Masyumi tersebut, Nyai Solichah bertanya kepada Kiai Wahid Hasyim mengenai sikapnya yang justru malah berlaku baik kepada orang yang terlihat begitu memusuhinya.

Saat itu, Kiai Wahid Hasyim menjawab bahwa politisi itu tengah menjalankan tugasnya sebagai anggota DPR, yakni mengkritisi pemerintah agar berjalan sesuai amanat. Oleh karenanya, ia tetap harus dihormati. Justru, menurut Kiai Wahid, ia menjalankan tugasnya dengan baik. Di luar itu, bagi KH Wahid Haysim, sosok anggota DPR itu tetaplah teman

“Tetapi di ruang itu dia menjalankan tugasnya, saya menjalankan tugas saya sebagai wakil pemerintah sebagai menteri agama, dia sebagai anggota parlemen wakil rakyat,” kata Alissa menjelaskan jawaban Kiai Wahid untuk memenuhi rasa penasaran sang istri.

Dengan pernyataannya yang demikian, bagi Alissa, hal tersebut bukanlah jawaban suami terhadap istrinya. “Jawaban Kiai Wahid Hasyim menurut saya bukan jawaban suami kepada istri, tapi jawaban seorang guru bangsa,” katanya.

Di situlah terdapat pelajaran sangat berharga. Sebab, sebagaimana diketahui bersama kata Alissa, saat ini politik kehilangan moralitasnya, kehilangan etikanya. Bahkan, tak jarang ada yang mampu melakukan pengkhianatan kepada orang yang berjuang bersama untuk kepentingan politik.

“Sementara beliau Kiai Wahid Hasyim secara utuh melihat peran dan melihat bagaimana sebuah sistem perpolitikan itu harus dijalankan. Beliau konsisten di sana,” ungkap Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu.

Menambahi Alissa, Sejarahwan Iip D Yahya menyebut bahwa politisi tersebut bernama Amel. Secara garis politik, Amel dan Kiai Wahid Hasyim memang berlawanan mengingat saat itu, tahun 1953, Partai NU sudah keluar dari Masyumi.

Menurut Iip, Kiai Wahid Hasyim menawarkan mobilnya untuk mengantarkan Amel karena pada saat itu ia sudah lama berdiri menunggu datangnya angkutan. “Pak Amel ini berdiri lama di depan gedung dewan, tidak ada angkutan di depan, lalu beliau (Kiai Wahid) antarkan ke rumah,” pungkasnya.
 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Alhafiz Kurniawan