Nasional

Ketua PBNU Nilai Rangkap Jabatan Wakil Menteri Menyalahi Prinsip Good Governance dan Meritokrasi 

Jumat, 18 Juli 2025 | 18:30 WIB

Ketua PBNU Nilai Rangkap Jabatan Wakil Menteri Menyalahi Prinsip Good Governance dan Meritokrasi 

Ketua PBNU Savic Ali. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyoroti bahwa terdapat 30 dari 55 Wakil Menteri (Wamen) merangkap jabatan sebagai komisaris dan direksi di perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya, praktik tersebut juga bertentangan dengan semangat reformasi.


"Kalau yang terjadi sekarang kan itu rangkap jabatan yang skalanya bagi-bagi (jabatan), menyalahi prinsip good governance menurut saya dan meritokrasi," katanya saat ditemui NU Online di Lobi PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat pada Jumat (18/7/2025).


"Wamen-wamen yang merangkap jabatan sebagai komisaris menyalahi prinsip good governance. Salah satu semangat Reformasi dulu itu kan good governance, check and balance, dan segala macamnya ada pembatasan kekuasaan, dan macam-macam," tambahnya.


Savic menilai bahwa ketika seseorang memiliki rangkap jabatan tinggi akan sangat sulit untuk dapat menjalankan kerjanya secara maksimal, apalagi keduanya memiliki tanggung jawab yang besar. Ia juga melihat bahwa jabatan yang diemban tidak sesuai dengan bidang pejabatnya.


"Orang yang kita saksikan kompetensinya A tapi dia jadi komisaris di BUMN B. Kita menyaksikan bahwa ini kan bagian dari politik bagi-bagi jabatan yang tidak sehat," katanya.


"Kalau mau bagi-bagi ya tetap oke tidak masalah tapi harus memenuhi prinsip meritokrasi, dicari orang yang memang tepat, kredibel dan memang belum punya tanggung jawab yang besar sehingga nanti dia bisa menjalankan tugasnya dengan maksimal," tambahnya.


Sebelumnya, ia juga menyebut bahwa sikap wamen yang rangkap jabatan tidak memahami model dan standar dari hidup bernegara dan etika.


"Lihat gambar ini di TL (thumbnail), aku merasa kita memang hidup berbangsa dan bernegara dengan model dan standar etika yang berbeda," katanya dikutip NU Online pada Rabu (16/7/2025) dari akun X pribadinya @savicali.


Terlebih, Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan, fenomena Wamen rangkap jabatan adalah suatu perilaku yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya di masyarakat bahwa sulitnya mencari pekerjaan yang layak.


"Itu paradoks. Satu sisi banyak pengangguran, banyak yang susah nyari pekerjaan, tapi pada saat bersamaan banyak juga pejabat yang rangkap jabatan. Melukai perasaan yang sulit nyari kerjaan," katanya saat dihubungi NU Online pada Rabu (16/7/2025).