Nasional

Upaya NU Mewarnai Islam Indonesia di Eropa

Rab, 2 Oktober 2019 | 18:00 WIB

Upaya NU Mewarnai Islam Indonesia di Eropa

Yanwar Pribadi (tengah) saat menjadi panelis dalam AICIS 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, Rabu (2/10). (NU Online/Syakir NF)

Jakarta, NU Online
Eropa saat ini masih dihantui oleh Islam yang datang dari imigran Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan. Kehadiran cabang Nahdlatul Ulama di beberapa negara di sana dalam rangka menghadirkan Islam ala Indonesia.

“NU dan Muslim lain ingin berusaha, sedang berusaha, setidaknya tidak mengubah, tapi mewarnai Islam Indonesia sedikit diperhatikan,” kata Yanwar Pribadi, dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, saat panelis dalam Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, Rabu (2/10).

Namun, menurutnya, untuk mencapai apa yang diharapkan masih cukup jauh. Pasalnya, cara dakwah NU di Indonesia masih dibawa ke belahan dunia yang jauh berbeda secara sosial dan budayanya.

“Cara berdakwah NU masih dibawa di Eropa,” kata penulis buku Islam, State and Society in Indonesia: Local Politics in Madura itu.

Media sosial dan digital, katanya, masih belum menjadi sarana alternatif dalam menyampaikan dakwahnya ke Muslim yang tinggal di sana. Bahkan, dalam penelitiannya di Belanda dan Jerman, keterlibatan Nahdliyin di sana dengan komunitas Muslim di sana masih sangat rendah di dunia Islam sana. Menurutnya, persoalan utamanya adalah bahasa.

Ada mahasiswa yang memiliki kemampuan agama mumpuni, tetapi dia tidak bisa interaksi dengan masyarakat di sana karena kurang aktif berbahasa negara yang ditinggalinya. Sebaliknya, ada orang yang mampu berbahasa Belanda dan Jerman dengan baik, tetapi tidak begitu memahami persoalan agama.

Meskipun demikian, harapan pengecatan Islam di Eropa dengan warna Islam Indonesia itu tetap ada. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda, misalnya, yang telah dua kali berhasil menggelar konferensi ilmiah, yakni di Amsterdam pada tahun 2017 dan di Nijmegen pada tahun 2019.

Yanwar menjelaskan bahwa pihak kampus penyelenggara mengakui bahwa hal tersebut hanya memberikan dampak kecil di publik. Namun, pertemuan ilmiah yang membahas tentang Islam Nusantara dan moderatisme Islam itu menjadi suara baru bagi pemerintah.

“Terus terang, konferensi ini sedikit banyak memberikan pendengaran baru bagi pemerintahan Belanda,” ujarnya dalam konferensi bertema Digital Islam, Education, and Youth: Changing Landscape of Indonesian Islam itu.

PCINU Belanda melalui konferensinya tersebut, jelasnya, berusaha untuk membuka mata pemerintah di sana untuk memperhatikan agama yang dianggap penting di mata masyarakat imigran.

Selain itu, konferensi tersebut juga, katanya, memberikan sisi Islam lain yang selama ini tidak diketahui oleh pemerintah, yaitu Indonesia. Menurutnya, suara konferensi itu mungkin menjadi alternatif kebijakan pemerintah di sana dalam memandang Islam.

Pertumbuhan NU juga, lanjutnya, mulai tumbuh di Inggris dengan inisiasinya membuat buku tentang Diplomasi Islam Nusantara di berbagai belahan dunia.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad

ADVERTISEMENT BY ANYMIND