Warta

Inpres 3/2007 Bukan Obat Manjur bagi Politik Perberasan Nasional

Rabu, 4 April 2007 | 09:57 WIB

Jakarta, NU Online
Menyusul dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan, Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) menilai, kebijakan tersebut bukan satu-satunya obat manjur bagi politik perberasan nasional. FSPI mengingatkan kepada pemerintah agar upaya perbaikan sistem perberasan di Indonesia tidak berhenti pada dikeluarkannya Inpres tersebut.

“Kami menekankan bahwa kebijakan harga bukan satu-satunya panacea (obat manjur) bagi politik perberasan nasional. Pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah lain, seperti masalah sumber daya produktif yang harus dimiliki petani, perbaikan tata niaga beras, bahkan masalah konsumen,” terang Sekretaris Jenderal FSPI Henry Saragih dalam siaran pers yang diterima NU Online di Jakarta, Rabu (4/4)

<>

Pemerintah, melalui Inpres tersebut, memutuskan menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) sebesar 17,65 persen menjadi Rp 2.000 per kilogram, gabah kering giling Rp 2.575 per kilogram, dan beras Rp 4.000 per kilogram. Inpres yang merupakan pengganti Inpres nomor 13/2005  itu berlaku efektif sejak 1 April kemarin.

Henry menjelaskan, pada dasarnya pihaknya memahami langkah perbaikan yang dilakukan pemerintah tersebut. Namun demikian, menurutnya, kenaikan harga yang diatur dalam Inpres 3/2007 belumlah cukup untuk menyejahterakan petani, terutama setelah naiknya ongkos produksi berkali-kali lipat dan meroketnya harga kebutuhan pokok kaum tani pasca kenaikan bahan bakar minyak sebesar 126 persen pada Oktober 2005 lalu.

Dari kalkulasi yang dilakukan FSPI di beberapa daerah dengan menggunakan model kesejahteraan dan kemiskinan Biro Pusat Statistik, harga gabah yang menguntungkan petani adalah pada angka Rp 3.320 per kilogram. “Walau demikian, kenaikan HPP saat ini kami sinyalir merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menggairahkan pertanian, terutama di sektor padi,” ujarnya.

Henry juga menegaskan bahwa saat ini musim panen raya telah dimulai di beberapa daerah, seperti sebagian besar Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara. Karenanya, FSPI mendesak Bulog agar segera membeli gabah secara langsung dari petani.

Menurut Henry, laporan petani padi FSPI di provinsi-provinsi sentra padi tersebut, Bulog tidak pernah turun membali gabah langsung dari petani. Bahkan di Kabupaten Karawang yang merupakan sentra padi paling dekat dari Jakarta, penyerapan Bulog kurang dari 30 persen.

Menurut laporan petani FSPI, tambah Henry, keuntungan yang diperoleh petani tak seberapa dibanding keuntungan penggilingan dan pedagang. “Mereka mendapat margin hampir setengah dari harga beras, dan keuntungan lebih dari 65 persen proses tata niaga beras,” tandasnya.

“Bulog harus membeli gabah langsung dari petani, bukan beras dari penggilingan, tengkulak atau pedagang. Dengan cara ini, menurut hemat kami, masalah stok tidak menjadi problematika berkepanjangan, dan petani akan merasa dilindungi,” pungkas Henry. (rif)


Terkait