Warta

NU Tetap Menunggu Hasil Rukyat

Sabtu, 21 Oktober 2006 | 08:13 WIB

Jakarta, NU Online
Penentuan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri 1427 H oleh Nahdlatul Ulama (NU) tetap akan menunggu proses rukyat (observasi melihat hilal/bulan) yang akan dilakukan pada Ahad petang, 22 Oktober 2006. Meski pada waktu itu kemungkinan terlihatnya hilal (bulan) sangat sulit serta menurut hisab(perhitungan astronomi)-nya telah diketahui, namun NU tetap akan melakukan proses rukyat.

“Hisab itu kan dari akal, menurut hitungan akal manusia. Kepastiannya harus dibuktikan dengan melakukan rukyat. Rukyat itu perintah rosul. Jadi, melakukan rukyat hukumnya wajib,“ kata KH A Ghazalie Masroerie, Ketua Umum Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) kepada NU Online di Jakarta, Sabtu (21/10).

<>

Sebelumnya, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyatakan, berdasarkan kriteria astronomi, hilal tak akan mungkin bisa dilihat (di-rukyat) pada Minggu 22 Oktober 2006 ketika pemerintah dan ormas Islam melaksanakan rukyatul hilal.

Peneliti bidang Astronomi dan Astrofisika LAPAN yang turut dalam Tim Hisab Rukyat Depag Dr Thomas Jamaluddin mengatakan, ketinggian hilal yang dapat diamati tergantung beda azimut bulan dan matahari sehingga berdasarkan kriteria itu pada 22 Oktober magrib, hilal terlalu rendah untuk dirukyat.

Kiai Ghazalie, demikian panggilan akrab KH A Ghazalie Masroerie, menambahkan, jika rukyatul hilal pada 22 Oktober benar-benar tidak tercapai, maka bukan berarti dengan sendirinya 1 Syawal ditetapkan esok harinya (Senin, 23 Oktober), melainkan dengan menggenapkan usia bulan menjadi 30 hari (istikmal). Dengan demikian, Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Selasa, 24 Oktober.

“Istikmal ini tidak boleh dilakukan dengan hisab. Tetapi harus melewati proses rukyat dulu. Baru kemudian, kalau tidak tercapai (melihat bulan, red) maka digenapkan menjadi 30 hari,” terang Kiai Ghazalie.

Oleh karena itu, lanjut Kiai Ghazalie, meski kemungkinan besarnya NU akan menetapkan 1 Syawal pada 24 Oktober, tetapi proses rukyat tetap akan dilakukan. “Kita tidak boleh mendahului kehendak Allah. Proses rukyat ini juga merupakan bagian dari prinsip ta’abbudiy (ibadah atau mengabdi) atau taqdiimut ta’abbud ‘alat-ta’aqqul (mendahulukan ibadah dari akal) atau ikmaalut-ta’abbud bit-ta’aqqul (menyempurnakan ibadah dengan akal).

“Ketika Rasulullah memerintahkan untuk mengadakan observasi atau melihat bulan untuk menentukan awal bulan, ya kita lakukan dengan maksud ta’abbudy itu. NU tidak berdasarkan hisab, karena tak ada perintahnya secara eksplisit,” tambah Kiai Ghazalie.

Lebih lanjut, Kiai Ghozalie mengatakan, pihaknya telah menginstruksikan kepada PWNU dan LFNU seluruh Indonesia agar menyelenggarakan rukyat pada Ahad petang, 22 Oktober 2006. Hasil dari pada masing-masing rukyat, katanya, dapat disampaikan kepada PBNU melalui nomer telepon 021-31923033.

Diminta kompak

Khusus untuk kalangan nahdliyyin (sebutan untuk warga NU), Kiai Ghazalie mengharapkan Idul Fitri kali ini dapat dapat diselenggarakan dengan kompak oleh seluruh pengurus wilayah (PW) NU di seluruh Indonesia. “Kalau bisa, NU kompak lah, jangan pecah-pecah“ tegasnya.

Hal itu disampaikannya menyusul perbedaan pandangan dari PWNU Jawa Timur yang yang memperkirakan Idul Fitri 1427 H jatuh pada Senin, 23 Oktober, atas dasar perhitungan bahwa hilal mungkin bisa dilihat karena telah berada di atas dua derajat. (rif)