Balitbang Kemenag RISET BALITBANG KEMENAG

Kerukunan Antarumat Beragama di Desa Trirenggo Bantul Yogyakarta

Rab, 19 Agustus 2020 | 00:00 WIB

Kerukunan Antarumat Beragama di Desa Trirenggo Bantul Yogyakarta

Masyarakat Desa Trirenggo Kabupaten Bantul, Yogyakarta dalam kegiatan gotong royong. (Foto: trirenggo, bantul.go.id)

Nilai-nilai kerukunan dan moderasi beragama dapat tumbuh subur dalam masyarakat yang berbasis kebudayaan Jawa di Desa Trirenggo, Bantul, Yogyakarta. Nilai-nilai budaya Jawa seperti guyup rukun, tepo seliro, sepundak panggul, merupakan sebagian dari konsep-konsep Jawa yang dapat menyokong munculnya sikap moderasi beragama masyarakat Trirenggo. Selain itu, Desa Trirenggo Bantul Yogyakarta, menjadi suatu desa multiagama yang rukun dan bahkan mendeklarasikan sebagai 'Desa Pancasila'. 


Demikian simpulan hasil penelitian yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI tahun 2019 yang lalu. Para peneliti menyebutkan kearifan lokal yang merupakan bagian kekayaan budaya menjadi landasan perilaku atau praktik beragama secara moderat di masyarakat Jawa. Nuansa budaya sebagai basis moderasi agama tampak dalam kegiatan sosial keagamaan yang melibatkan warga lintas agama. Di antaranya tergambar saat upacara siklus hidup dan kematian, kenduren, tradisi merti dusun, ronda, dan nyadran. 

 

Selain itu, juga tampak adanya kolaborasi antarwarga dalam kegiatan keagamaan. Contoh menarik adalah kepanitiaan bersama dalam pelaksanaan ibadah kurban pada Idul Adha, Halal bi Halal pada Idul Fitri, dan Natalan.  

 

Hasil penelitian lainnya mengungkapkan moderasi beragama pada masyarakat Hindu di Yogyakarta. Penelitian sendiri bertujuan untuk mengungkapkan konsep-konsep moderasi beragama dalam agama Hindu. Penelitian ini dilaksanakan pada komunitas umat Hindu di Yogyakarta.

 

Di antara konsep-konsep ajaran Hindu yang  yang menjadi landasan moderasi agama, yakni tat twam asi, tri hita karana, panca yadnya, pancasadra, karmapala, dan darma. Ayat-ayat di Bhagavad Gita juga mengajarkan tolong-menolong, berbagi kepada sesama, saling menghormati dan menghargai perbedaan. 

 

Tradisi toleransi dan moderasi agama di masyarakat Hindu tampak pada kenduren, merti desa, gotong-royong membantu membangun tempat ibadah, dan ujung-ujungnya ketika hari raya.  

 

Penelitian dilakukan karena agama merupakan salah satu aspek kehidupan bangsa Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila. Bangsa Indonesia sendiri merupakan bangsa yang memiliki pluralitas dalam hal keagamaan, di mana terdapat enam agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat dan agama-agama lainnya. Selain itu, di masyarakat juga terdapat penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Peri kehidupan keagamaan ini menjadi dinamika tersendiri dalam kehidupan di masyarakat. 

 

Dinamika tersebut di satu sisi dapat menjadi best practice, tetapi di sisi lain dapat pula menimbulkan persoalan sosial. Balai Litbang Agama (BLA) Semarang sebagai unit pelaksana teknis (UPT) dari Balitbang Diklat Kemenag yang memiliki tugas dan fungsi dalam bidang penelitian dan pengembangan memiliki tanggung jawab untuk menelaah dan memberikan masukan kepada Kemenag terkait dinamika kehidupan keagamaan ini. Fenomena keagamaan dan kasus-kasus keagamaan yang terjadi di masyarakat perlu ditelaah dan dikaji untuk bahan kebijakan di kementerian agama. 

 

Adapun tema-tema yang diteliti dalam penelitian isu-isu aktual keagamaan tahun 2019 ini adalah, pertama, Moderasi Beragama dalam Budaya Jawa. Kedua, Moderasi Beragama pada Masyarakat Hindu di Yogyakarta. Ketiga, Relasi Sosial Muslim dan non-Muslim di Kecamatan Pakem Yogyakarta.

 

Keempat, Relasi Muslim Kristen Hindu dalam Mengelola Kerukunan Beragama Masyarakat Lereng Gunung Lawu, Karanganyar, Jateng. Kelima, Merawat Kerukukan Umat Beragama di Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara. Keenam, Analisis Konflik Ritual Paguyuban Padma Buana di Mangir Lor Desa Sendangsari, Pajangan, Bantul. Ketujuh, Islam Sejati: Sebuah Aliran Kepercayaan Bermasalah di Kabupaten Kebumen. 


Pelaksanaan penelitian dilakukan secara insidental dan fenomena. Penelitian insidental dimaksudkan untuk mengkaji peristiwa kasus keagamaan di masyarakat yang terjadi dan umumnya menimbulkan persoalan di lingkungannya. Adapun penelitian fenomena dilakukan untuk mengungkapkan fenomena sosial keagamaan di masyarakat yang dipandang penting untuk ditelaah.  

 

Metode penelitian secara umum mengggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian kasus. Teknik pengumpulan data data dilakukan dengan wawancara, FGD, observasi, dan telaah dokumen. Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis deskriptif untuk menjelaskan peristiwa dan fenomena keagamaan yang diteliti. 


Penelitian moderasi beragama dalam budaya Jawa dimaksudkan untuk mendapatkan bahan pengayaan bagi program moderasi beragama yang dicanangkan oleh Kementerian Agama. 

 

Penulis: Kendi Setiawan

Editor: Musthofa Asrori