Balitbang Kemenag

Media Sosial sebagai Sarana Peningkatan Toleransi Beragama

Ahad, 10 Oktober 2021 | 22:00 WIB

Media Sosial sebagai Sarana Peningkatan Toleransi Beragama

Ilustrasi: Akses menuju dunia maya melalui penggunaan media sosial (medsos) menjadi sangat krusial, karena secara intensif digunakan oleh semua generasi.

Indonesia adalah sebuah bangsa yang plural dan heterogen. Oleh karenanya, toleransi antarkelompok termasuk antarumat beragama menjadi isu penting yang perlu selalu diupayakan guna menjaga kesatuan di setiap lini masyarakat Indonesia.

 

Beragam upaya ditujukan guna menjaga keharomonisan warga bangsa baik di dunia nyata, maupun dunia maya. Akses menuju dunia maya melalui penggunaan media sosial (medsos) menjadi sangat krusial, karena secara intensif digunakan oleh semua generasi. Karakteristiknya sebagai media masspersonal, membuat media sosial dapat merengkuh audiens dalam jumlah banyak, pun digunakan sebagai pembentuk opini publik yang bernilai positif demi kerukunan antarumat beragama.

 

Sementara itu, media sosial juga digunakan sebagai sarana pembentukan identitas kelompok yang lebih superior dibandingkan dengan identitas kelompok agama, yakni identitas kewarganegaraan. Melalui media sosial, pihak yang berkonflik pun dapat diajak bekerjasama demi pencapaian tujuan tertentu.  

 

Penelitian dari Center for Indigeneous and Cultural Psychology (CICP) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dengan dukungan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI tahun 2020 berjudul Media Sosial: Kawan atau Lawan? Media Sosial sebagai Sarana Peningkatan Toleransi Beragama mencatat bahwa konten media sosial berperan penting dalam menjaga keharmonisan antarkelompok di dunia maya. Pemangku kebijakan negara juga diharap dapat mengkoordinasi dan menggunakan media sosial secara bijak demi terwujudnya cita-cita bersama tersebut. 

 

Pengelolaan media sosial sebagai upaya pengukuhan toleransi di tengah heterogenitas masyarakat tak boleh berhenti. Ia harus terus digenjot, mengingat ancaman intoleransi sendiri berpotensi tersebar luas di media sosial. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa desain media sosial yang berkelindan dengan algoritma membentuk pola interaksi konten berbasis rekomendasi dari akses pengguna terhadap suatu konten tertentu. Melalui interaksi dengan sesama peminat pada konten tersebut, sudah barang tentu jika aktivitas itu dapat melahirkan penguatan pendapat yang dianutnya. 

 

Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa kemampuan literasi digital yang rendah memicu terpaparnya individu terhadap ujaran kebencian (hate speech) serta berita bohong (hoax) yang tersebar di media sosial. Hal ini dapat melahirkan prasangka dan intoleransi agama serta membagi warganet ke dalam kelompok ekstrim yang menimbulkan konflik.

 

Guna memfungsikan media sosial sebagai instrumen yang dapat menciptakan toleransi di ranah maya, hasil penelitian tersebut merekomendasikan empat kebijakan dalam pemenuhannya, yaitu:

 

Pertama, pemerintah perlu menggunakan media sosial sebagai sarana peningkatan harmonisasi antarumat beragama dengan menggunakan akun-akun toleran. 

 

Kedua, perlu lebih banyak advokasi peningkatan harmoni antarumat beragama yang menggunakan teknologi yang diunakan generasi milenial dan di bawahnya. 

 

Ketiga, menggunakan media daring untuk kegiatan-kegiatan kooperatif dan kontak antarumat beragama. 

 

Keempat, adanya upaya kerja sama dengan pihak media sosial untuk merekomendasikan akun-akun toleransi kepada pengguna media sosial guna menciptakan preferensi algoritma yang ramah akan toleransi. 

 

Penulis: Nuriel Shiami Indirapahsa
Editor: Kendi Setiawan