Daerah

4 Cara Membentuk Karakter Santri Masa Kini menurut Ning Imaz

Sab, 17 September 2022 | 18:00 WIB

4 Cara Membentuk Karakter Santri Masa Kini menurut Ning Imaz

Talkshow Inspiratif di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Nurussalam Krapyak, Yogyakarta pada Jumat (16/9/2022). (Foto: NU Online)

Yogyakarta, NU Online

Ustadzah Imaz Fatimatuz Zahra atau yang akrab disapa Ning Imaz dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur menyebut setidaknya ada empat cara yang dapat dilakukan untuk membangun karakter para generasi muda khususnya santri masa kini. Pertama, menurut mahasiswi IAI Tribakti ini adalah kemampuan memecahkan masalah (problem solving) secara kompleks.


“Jadi dia (generasi muda) ini menjadi problem solver dari dirinya sendiri ataupun masyarakat di sekitarnya,”paparnya pada Talkshow Inspiratif di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Nurussalam Krapyak, Yogyakarta pada Jumat (16/9/2022).


“Mungkin luka (masalah) yang ditimbulkan itu bukan salah kita, tapi tanggung jawab sembuh itu adalah murni milik kita sendiri,” imbuhnya.


Gejolak permasalahan yang dihadapi generasi milenial ini lanjutnya, diantaranya seperti insecure (tidak nyaman) dan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Tanggung jawab menyelesaikan masalah tegasnya, adalah tanggung jawab pada setiap pribadi santri. Sehingga penting bagi seorang santri untuk memiliki self-awarness (Kesadaran pribadi).


“Kalau kita memiliki self-awarnes, kita akan semakin dekat dengan sembuh,” jelasnya.


Ketika generasi muda sudah menyelesaikan problem yang ada di dalam dirinya, maka selanjutnya harus bisa menyediakan solusi untuk lingkungan atau untuk masyarakat atau bahkan untuk bangsa dan negara.


Kedua adalah kemampuan berpikir kritis (critical thinking). “Kemampuan berpikir kritis bukan hanya di dalam kelas namun juga di tengah masyarakat supaya timbul kepekaan sosial,” katanya.


Kemampuan ini menurutnya bisa diasah dengan analisa dengan kesadaran dan juga kepekaan sosial.


Ketiga adalah kemampuan untuk berkreasi yakni mampu membandingkan sebuah literasi dengan literasi yang lain untuk menghasilkan sebuah pola. Pola ini kemudian ditawarkan untuk menjadi angin segar dari sebuah problematika yang ada.


Keempat adalah menyediakan pembelajaran dan pelatihan untuk sumber daya manusia supaya memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi dan motivasi.


“Jadi kita ini kadang ketika melakukan sesuatu setengah-semangat karena belum menemukan alasan emosional di dalamnya,” ungkapnya.


Dari semua itu, seorang santri harus bersikap dan berpikir maju serta mengikuti pola perkembangan zaman dengan tidak lupa identitas sebagai seorang Muslim dan sebagai bangsa Indonesia.


Kontributor: Muhammad 'Ainun Na'iim
Editor: Muhammad Faizin