Daerah

A’wan PWNU Jawa Timur Wafat, Ini Kenangan Ketua NU Care-LAZISNU

Kam, 18 Juni 2020 | 01:30 WIB

A’wan PWNU Jawa Timur Wafat, Ini Kenangan Ketua NU Care-LAZISNU

Almarhum KH Masyhudi Muchtar, A'wan PWNU jawa Timur. (Foto: NU Online/Zaini)

Surabaya, NU Online
Satu demi satu, orang yang memiliki kiprah dan khidmah terbaik kepada Nahdlatul Ulama dipanggil Allah SWT. Namun, dedikasinya harus terus menjadi spirit para generasi muda untuk senantiasa tanpa lelah menderma baktikan yang dimiliki untuk jamiyah.

 

Salah seorang tokoh yang mengisi kiprah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur adalah sosok KH Masyhudi Muchtar. Tercatat sebagai Sekretaris PWNU Jawa Timur masa khidmah 2008 hingga 2012, dan hingga kini sebagai a’wan di kepengurusan yang sama. 

 

Kiai Masyhudi meninggal dunia Rabu (17/6) karena keluhan sakit yang dirasakan beberapa hari terakhir. Dan sebagai aktivis sejak kantor PWNU Jatim di kawasan Raya Darmo hingga berpindah ke Jalan Masjid Al-Akbar Timur 9 Surabaya, tentu banyak kenangan yang layak menjadi spirit perjuangan bagi generasi mutaakhir NU. 

 

Salah satu yang berkenan memberikan kesaksian adalah A Afif Amrullah yang saat ini sebagai Ketua NU Care Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Jawa Timur. 

 

Suatu ketika, Afif, sapaan akrabnya bersama beberapa teman menumpang satu mobil dengan KH Masyhudi Muchtar yang waktu itu menjabat Sekretaris PWNU Jatim. 

 

“Seingat saya dalam rangka menghadiri salah satu kegiatan NU di Trawas, Mojokerto,” kata Afif mengawali cerita bersama almaghfurlah.

 

Disampaikannya kepada ‘jamaah’ yang ada di kendaraan tersebut bahwa Kiai Masyhudi merasa kualitas hidupnya kalau dibuat grafik, terus naik. Baik soal dunia maupun akhirat. 

 

“Kalau ada masalah, selalu ada saja kemudahan yang saya dapatkan,” ucap Afif menirukan penuturan kiai yang menjadi pengurus NU Jawa Timur setidaknya sejak 1982 ini tersebut. 

 

Penasaran dengan capaian tersebut dan berharap Kiai Masyhudi berbagi rahasia agar rombongan dalam mobil bisa menirukan sukses yang diraih, salah seorang bertanya rahasia yang dilakukan.

 

"Saya tidak tahu pasti. Tapi di antara amalan dzikir saya adalah membaca hasbunallah wa ni'mal wakil sebanyak 450 kali setiap hari. Waktunya bebas, pokoknya setiap hari,” terang Kiai Masyhudi kala itu.

 

Mendengar penjelasan tersebut, sontak rombongan di dalam mobil mengatakan qabiltu yang bermakna saya terima amalan tersebut dan berharap dapat dilaksanakan secara ajeg dalam keseharian. 
 

 

Afif sendiri akhirnya menyadari terkait kebenaran membaca kalimat di atas dalam jumlah yang sama. Karena, hal tersebut pernah juga disampaikan sejumlah tokoh. Dengan demikian, banyak ulama dan kiai, termasuk aktivis NU yang mendapatkan ijazah dan mengamalkannya.

 

“Dengan demikian, sudah tiga kali saya mendapat ijazah yang sama. Dari KH Masyhudi Mukhtar, dari almarhum abah saya dan dari guru saya di Asrama AlBishri Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang, KH M Faruq,” kata dosen Universitas Sunan Giri (Unsuri) Surabaya ini.  

 

Selain itu, kenang Afif, Jiwa ngemong almarhum luar biasa. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak semata memberikan aneka pesan sebagai motivasi, juga perilaku keseharian.

 

Dirinya kemudian mengingat peristiwa ketika Majalah AULA boyongan dari Kantor PWNU di Jalan Raya Darmo ke Jalan Masjid Al-Akbar Timur. Ternyata, ruang redaksi saat itu masih dalam pengerjaan. 

 

“Dengan sigap, Kiai Masyhudi kemudian mengikhlaskan ruang Sekretaris PWNU sebagai ruang redaksi. Berbulan-bulan kami berkantor di situ sementara beliau entah duduknya di mana,” kenang Afif.

 

Bagi Afif, sosok Kiai Masyhudi demikian memberikan nilai lebih dalam perjalanan hidupnya. Aneka catatan dan kiprah yang setiap saat disaksikan dari sosok almarhum menjadi penyemangat dirinya dan generasi muda NU untuk menjadikan sebagai teladan.

 

“Karenanya, kami merasa kehilangan dan mengucapkan selamat jalan kepada almaghfurlah dengan iringan bacaan fatihah, shalat ghaib, tahlil hingga bacaan surat Yasin,” pungkasnya.

 

Kontributor: Rof Maulana
Editor: Ibnu Nawawi