Daerah

Angan dan Enggan Guru Honorer Jadi PNS

Rab, 6 Januari 2021 | 17:05 WIB

Angan dan Enggan Guru Honorer Jadi PNS

Keinginan untuk menjadi 'pengabdi negara' tak lain karena jaminan pekerjaan tetap dengan penghasilan yang cukup.

Jakarta, NU Online
Tak sedikit masyarakat yang berharap dengan segenap upaya untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Setiap kali pembukaan seleksi CPNS dibuka, ada jutaan pendaftar untuk jumlah kursi yang terbatas.

 

Angan demikian di antaranya muncul di benak para guru honorer. Rencana hendak dihapuskannya guru dari formasi CPNS tentu memutus harapan mereka.

 

Keinginan untuk menjadi 'pengabdi negara' tak lain karena jaminan pekerjaan tetap dengan penghasilan yang cukup. Setidaknya, demikianlah yang diungkapkan Muhammad Majdi, pengajar di salah satu madrasah di Cirebon, Jawa Barat.

 

"Alasan yang utama ada keamanan dalam pekerjaan karena dibiayai dan dijamin oleh pemerintah," katanya kepada NU Online, Rabu (6/1).

 

Pria yang akrab disapa Andi itu mengaku pernah gagal dalam mengikuti seleksi CPNS tersebut. Ia pun akan mendaftar kembali jika  ada seleksi CPNS kembali dibuka.

 

Di seleksi berikutnya nanti, ia merasa lebih siap lagi mengingat sudah memiliki pengalaman gagal. Dengan begitu, ia sudah mengetahui prosesnya dan hal-hal yang masuk dalam soal tesnya.

 

Keinginan menjadi PNS juga bukan saja karena jaminan pekerjaan yang lebih menjanjikan, tetapi juga karena gaji guru honorer yang tidak mencukupi kebutuhan. Adanya insentif dari pemerintah juga disyaratkan bagi guru-guru tertentu yang memenuhi kualifikasi.

 

"Iya ada ada tunjangan sertifikasi, tunjangan fungsional. Tapi itu untuk guru yang sudah memenuhi syarat saja. Sisanya masih banyak yang belum mendapat tunjangan," ujarnya.

 

Karenanya, guru sains itu tidak berharap banyak dengan penghasilannya sebagai guru. Andi mengembangkan wirausaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

 

"Saya mengatasi kecilnya honor dengan berwirausaha, seperti berdagang, jasa dan lainnya. Lumayan bisa buat beli motor, hp, dan membuat rumah," kata kandidat doktor pendidikan Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung itu.

 

Senada dengan Andi, Muhammad Arief Rizqillah juga mengaku alasan pendaftarannya menjadi PNS karena kejelasan status dan 'keamanan' jam mengajar.

 

"Kejelasan status, jadi guru PNS itu relatif 'aman', tidak merasa terancam jamnya kurang, atau tidak dapat tempat kerja," ujar guru yang baru menyandang status sebagai PNS itu.

 

Guru honorer, menurutnya, 'terancam' jika di sekolah tempat mengajarnya kedatangan PNS baru. "Jam mengajar guru honorer bisa berkurang bahkan kemungkinan terburuk bisa 'tergeser' dan benar-benar tidak dapat jam lagi di sekolah tersebut," ujar pria yang pernah menjadi Ketua Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) itu.

 

Bersyukur sebagai Honorer

Meskipun demikian, ada juga guru yang tidak mempermasalahkan terkait penghapusan guru dari formasi PNS pada tahun 2021 dan hanya ada PPPK.

 

Bagi Hasyim Azhari, seorang guru di Lumajang, Jawa Timur, untuk sampai ke sana sangat repot. "Agar jadi PNS itu repot banget, apalagi sekarang lulusan S1 keguruan itu berhamburan di mana-mana," katanya.

 

Hasyim mengaku sudah beruntung dan bersyukur atas karunia menjadi guru, meskipun sekadar honorer. "Sudah jadi guru meski itu hanya honorer sudah untung banget dan itu perlu disyukuri karena udah bisa ngajar meski gaji segitu, bisa dikatakan kurang," katanya.

 

Memang, ia mengakui gajinya tidak seberapa. Tetapi, ia meniatkan diri sebagai bentuk khidmat terhadap almamaternya. Untungnya, ada dana hibah non-NIP sebesar Rp500 ribu dari pemerintah melalui Dinas Pendidikan. Hal itu ditransfer langsung ke rekening pribadi guru masing-masing.

 

Baginya, hal itu sudah cukup untuk menghidupi sendirinya yang masih lajang. Namun, rekan-rekan sejawatnya mesti mencari tambahan penghasilan selepas mengajar guna mencukupi kebutuhan keluarga.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan