Daerah

Apa yang Dilakukan Nabi kepada Para Pengemis?

NU Online  ·  Sabtu, 20 April 2019 | 12:30 WIB

Jombang, NU Online
Suatu ketika Nabi Muhammad SAW didatangi seorang pengemis. Nabi lalu bertanya kepada orang itu apa yang dimilikinya di rumah. Ternyata dia benar-benar miskin. Pakaian yang dia punya hanya yang menempel di tubuh.

Orang tersebut hanya punya dua barang. Pertama adalah gayung yang ia gunakan bersama keluarganya untuk minum dan mandi. Kedua adalah tikar tua yang sudah banyak lubangnya. Jika ada tamu, mereka menggunakan tikar tersebut untuk menerimanya karena tidak ada meja atau kursi di rumahnya. Tikar itu juga yang digunakan untuk tidur keluarganya.

Nabi lalu meminta dua barang itu untuk diambil. Nabi lalu melelangnya. Siapa yang mau membeli dua barang itu. Barang itu akhirnya dibeli seorang sahabat seharga dua dirham. Nabi lantas memberikan dua dirham itu sembari berpesan yang satu dirham belikan bahan makanan dan satu dirham sisanya dibelikan kapak.

Tujuan nabi memerintahkan orang tersebut membeli kapak adalah agar ia bisa mencari kayu di hutan untuk dijual ke pasar. Pekan depannya, pengemis itu disuruh menghadap nabi lagi dan ia pun datang sudah tidak mengemis.

Pengemis ini bercerita bahwa selama satu minggu ia mencari kayu di hutan dan mendapat hasil delapan dirham. Yang empat dirham dipakai membeli bahan makanan. Sisanya, empat dirham ia pakai membeli pakaian.

Inilah kisah perlakuan Nabi kepada pengemis yang disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, KH Mohammad Djamaluddin Ahmad, Jumat (19/4).

Dikatakannya, bekerja secara mandiri itu penting agar tidak terjerumus pada pekerjaan minta-minta atau mengemis pada manusia.

’’Orang yang suka minta-minta, nanti di akhirat dikumpulkan dalam kondisi wajahnya tanpa daging. Seperti tengkorak,’’ tambah Kiai Jamal.

Islam mengajarkan pemeluknya untuk tidak berpangku tangan dalam hidup. Perintah bekerja mencari nafkah sangat diutamakan dalam Islam. Hal ini terlihat dari sejarah para ulama besar yang tetap bekerja walaupun sudah menjadi wali.

Menurutnya para ulama besar seperti Hatim Al-Ashom dan Junaidi Al-Baghdadi tetap bekerja setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Wali syariat itu kabeh (semua) bekerja. Hatim buka toko. Juned Al-Bahgdadi juga buka toko. Mereka adalah wali tapi setiap hari masih buka toko,’’ katanya.

Kiai Jamal juga mengingatkan untuk tidak sampai menghina dan berprasangka buruk terhadap pengemis walaupun hanya dalam hati.

Ada tiga cara menurutnya untuk menyikapi para pengemis. Pertama adalah diarahkan, dibina dan diberi modal. Kedua, diberi sesuai permintaannya dan ketiga ditolak secara halus.

“Semoga Allah memberikan kita bisa berbuat baik kepada siapa saja. Tanpa memandang tampilan fisik, pakaian, asal usul dan pekerjaannya,” pungkasnya. (Syarif/Muhammad Faizin)