Daerah

Janji Serap Ribuan Tenaga Kerja, KIT Batang Belum Optimal Libatkan Warga Lokal

NU Online  ·  Jumat, 6 Juni 2025 | 16:02 WIB

Janji Serap Ribuan Tenaga Kerja, KIT Batang Belum Optimal Libatkan Warga Lokal

Gedung Grand Batang City, Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Jawa Tengah. Foto: Muhammad Asrofi.

Batang, NU Online 
Pada era Presiden Joko Widodo meresmikan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB). Kini pada era Presiden Prabowo Subianto berganti nama menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang. Meski nama berubah, kawasan ekonomi itu digadang-gadang sebagai proyek strategis nasional yang akan membuka lapangan pekerjaan besar-besaran. 


Harapan ini sempat menyulut antusiasme warga Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang membayangkan masa depan cerah di tengah geliat industrialisasi. Namun, kenyataan di lapangan tak sepenuhnya selaras dengan ekspektasi. Di balik janji akan terserapnya 250 ribu tenaga kerja dan masuknya investasi sebesar Rp14 triliun, suara-suara dari balik tembok pabrik menceritakan sisi lain dari kemajuan ini.


Seorang karyawan di PT Yih Quan Footwear Indonesia, yang enggan disebutkan identitasnya, menuturkan pengalamannya bekerja di salah satu pabrik yang telah beroperasi di kawasan tersebut. Ia telah bekerja selama lebih dari setahun di bidang yang berkaitan langsung dengan buyer dan produksi.


Ia menceritakan bahwa proses mendapatkan pekerjaan di sana tidak mudah. “Lihat postingan di IG, coba apply by email, percobaan pertama gagal, coba lagi dan berhasil,” ujarnya saat diwawancarai NU Online pada Kamis (5/6/2025).


Namun, yang paling mencolok adalah pengalamannya mengenai komposisi tenaga kerja. “Kalau internal tim orang Batang dengan atasan luar Batang, tapi mostly orang luar Batang,” ungkapnya. Meski ia merasa perlakuan di tempat kerjanya cukup setara antara pekerja lokal dan luar daerah, tetap ada kesenjangan dalam jumlah yang signifikan.


Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa banyak warga lokal yang kesulitan menembus proses rekrutmen. “Banyak yang mengeluh kalau tidak mendapat panggilan walau sudah berkali-kali mendaftar. Ada yang sudah proses medical check up tapi tidak ada kelanjutan. Itu yang saya dengar sebagai karyawan biasa,” tambahnya.


Informasi lowongan kerja, menurutnya, sebagian memang tersebar melalui email dan Anjungan Kerja. Namun, tantangan utama adalah ketatnya seleksi dan kebutuhan akan keahlian khusus.


Kondisi ini dibenarkan oleh Wagiyanti, staf HRD di PT Wanxinda Green Travel Industry Development, perusahaan konstruksi besar yang tengah mengerjakan puluhan bangunan di atas lahan 40 hektare dalam kawasan KITB. Ia menyebut bahwa perekrutan memang mengutamakan warga lokal, namun tetap bergantung pada kualifikasi.


“Untuk pekerja/buruh harian sekitar 90 persen warga Kabupaten Batang, untuk staf sekitar 40 persen. Itu pun untuk posisi staf ahli kebanyakan dari luar daerah seperti Jawa Barat dan NTT. Karena memang yang dibutuhkan harus paham konstruksi,” jelasnya.


Wagiyanti tidak menampik bahwa minimnya pekerja ahli lokal menjadi salah satu alasan dominasi tenaga kerja dari luar. “Tantangan dalam merekrut pekerja menurut saya adalah lebih ke skill. Di daerah kawasan industri Batang cukup susah menemukan kandidat yang sesuai keinginan perusahaan,” ujarnya.


Pihak perusahaan, menurut Wagiyanti, sebenarnya sudah menjalin kerja sama dengan Dinas Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan pelatihan, termasuk melalui Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dan Balai Latihan Kerja (BLK). Namun upaya ini belum cukup menjawab kebutuhan perusahaan terhadap tenaga kerja ahli yang siap pakai.


“Jangan takut belajar skill baru dan jangan malas untuk mempelajari hal baru. Karena di KITB banyak investor-investor China maka dari itu mumpung belum berkembang pesat tingkatkan belajar bahasa Mandarin karena skill bahasa Mandarin sangat dibutuhkan di dunia kerja,” pesan Wagiyanti untuk warga Batang.