Daerah

Awal Pertumbuhan NU di Lampung Dilakukan oleh Penduduk Asli

Ahad, 9 Januari 2022 | 09:00 WIB

Awal Pertumbuhan NU di Lampung Dilakukan oleh Penduduk Asli

Sekretaris PWNU Lampung H Ariyanto Munawar (Foto: NU Online/Syarif Kurniawan)

Jakarta, NU Online
Awal kehadiran dan perkembangan Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung dilakukan oleh penduduk lokal yakni suku Lampung, suku Semendo, dan orang Banten. Suku Semendo yang banyak terdapat di Sumatra Selatan, banyak yang merantau, membangun keluarga di Lampung, dan turut membangun NU, yang diawali dengan penyebaran paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).


Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung, H Ariyanto Munawar, mengatakan hal itu saat bedah dan diskusi buku Sejarah dan Pertumbuhan NU di Lampung, Jumat (7/1/2022). Buku karya Ketua LTNNU Lampung, Ila Fadilasari, itu dibedah secara daring oleh NU Online.


“Di era saya menjadi aktivis mahasiswa, saya banyak menemukan tokoh NU di Lampung berasal dari dua suku tersebut, Lampung dan Semendo,” kata Bang Ary, sapaan akrabnya.
 


Selain itu, rumah-rumah panggung di kampung-kampung penduduk asli Lampung seperti di Sukadana, banyak tertulis 'NU 1926'. Itu artinya, masyarakat Lampung setempat menampilkan simbol-simbol Ke-NU-an dan sangat bangga dengan itu. Berbeda dengan suku Jawa yang tidak menampilkan secara fisik.


Pernyataan Bang Ary itu untuk menjawab salah seorang peserta, yang mempertanyakan bagaimana akulturasi NU yang berasal dari Pulau Jawa dengan masyarakat Lampung.


Bang Ary mengatakan mungkin saja NU di Lampung bersentuhan dengan akulturasi masyarakat Jawa. Mungkin juga dari orang Lampung yang pernah mondok di Jawa. Namun sebelum era 80-an, NU di Lampung dikelola oleh orang Lampung itu sendiri.


“Ketua PWNU Lampung pertama, Marhasan, itu bersuku Lampung, yang dilanjutkan oleh KH Zahrie, dari suku Semendo,” ungkap Bang Ary.


Penulis buku Sejarah dan Pertumbuhan NU di Lampung, Ila Fadilasari memaparkan, tokoh bernama KH Fadlil Amin juga berasal dari suku Semendo. Kiai Fadlil ini mendapat ‘mandat’ dari KH Hasyim Asy'ari untuk mendirikan NU di Lampung.


“Meski di Provinsi Lampung penduduk aslinya jauh lebih sedikit daripada pendatang, Kiai Fadlil mampu mendekatkan diri ke para tokoh masyarakat Lampung yang sama-sama pernah nyantri di Makkah, seperti KH M Thohir yang berasal dari Krui (sekarang masuk Lampung Barat),” kata Ila.


Baik Kiai Fadlil maupun KH M Tohir, sama-sama berlatar pendidikan di Haramain. Meski Kiai M Thohir lebih senior, kedua tokoh ini menasbihkan satu sama lain dalam tradisi seangkonan, yakni mengangkat sebagai bapak dan anak. Kiai Thohir sebagai bapak, sementara Kiai Fadlil menjadi anak.


Itu juga yang dimungkinkan menjadi sebab mudahnya Kiai Fadlil Amin dapat masuk ke Kabupaten Lampung Barat dan kawasan Kabupaten Pesisir Barat untuk mengembangkan NU.


Selain itu, lanjut Ila, Kiai Fadlil juga mendekat kepada tokoh masyarakat Lampung di daerah Menggala, bernama Minak Raja Tihang. “Sebelumnya, Minak Raja Tihang ini memang sudah banyak berhubungan dengan ulama di Pulau Jawa. Karena saat itu arus transportasi daei Menggala dapat langsung ke Pulau Jawa,” papar Ila.


Diskusi dan bedah buku tersebut diadakan selain untuk membuka pemahaman sejarah generasi saat ini, juga diharapkan untuk membuka penulisan sejarah NU berikutnya. Tidak hanya di Lampung, namun diharapkan juga di kabupatan dan provinsi lainnya.


Diskusi dan bedah buku juga menghadirkan Redaktur NU Online Muhammad Syakir NF, akademisi Universitas Lampung (Unila) Iwan Satriawan, dan penggiat literasi Lampung, Udo Z Karzi.


Buku itu terbit pertama pada Desember 2021. Riset dan penulisan buku dimulai pada 2016. Masyarakat yang berminat mendapatkan buku tersebut dapat menghubungi Sunarto di nomor WA 0857-4200-8537.


Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori