Jakarta, NU Online
Berita bohong atau hoaks serta fitnah yang terjadi di daerah, tak kalah parahnya jika dibandingkan dengan tingkat nasional. Media yang digunakannya adalah media sosial. Para penggunanya seperti menjadi mesin yang secara otomatis turut serta menyebarkannya ke orang lain.
Menurut Ketua Lakpesdam NU Kabupaten Sukabumi, Daden Sukendar, menjelang pemilihan presiden, hal itu makin marak terjadi. Di Facebook, grup WatshApp hampir tiap detik pemiliknya dibanjiri informasi yang tidak jelas benar dan salahnya.
"Orang-orang sudah kehilangan daya tabayun atau klarifikasi untuk mengecek kebenaran sebuah berita," katanya kepada NU Online, Jumat (30/11) malam.
Yang lebih memilkukan, lanjut dosen STAI Al-Masthuriyah ini, bahkan pemuka agama sekali pun ada yang terbawa arus. Ia yang seharusnya menjadi contoh malah menjadi pelaku.
Daden menceritakan di sebuah grup, seorang pengurus MUI membagikan sebuah video KH Ma'ruf Amin yang cipika-cipiki dengan seorang perempuan, yang tiada lain adalah istrinya sendiri.
Lalu, oleh orang yang membagikan video itu diberi keterangan, "Haram Pak Kiai". Dengan deskripsi seperti itu, si penyebar konten ingin mengesankan bahwa yang dilakukan Kiai Ma'ruf itu keluar dari hukum Islam.
"Itu adalah fitnah. Dan itu terjadi," katanya.
Diwawancarai terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Informasi dan Komunikasi Masduki Baidlowi mengatakan, kondisi seperti itu disebut sebagai era post truth (pasca kebenaran) dengan ciri-ciri antara lain: kebenaran dibuang ke tong sampah. Yang ada adalah opini diperbanyak dengan menggunakan cyber army.
"Opini terus dijejalkan, tak penting lagi benar dan salah," tegas pria kelahiran Bangkalan tahun 1958 tersebut. (Abdullah Alawi)